KAMUS/ISTILAH DALAM AJARAN KATOLIK
Abbas, yang berarti bapak, adalah sebuah gelar yang diberikan kepada pimpinan sebuah biara dalam agama Kristen. Abbas juga dapat menjadi gelar kehormatan yang dianugerahkan kepada rohaniwan yang bukan seorang kepala biara. Abbas wanita disebut abdis
Ad Maiorem Dei Gloriam, (bahasa Latin), artinya adalah: "Untuk Keagungan Allah Yang Lebih Besar." Motto Ad Maiorem Dei Gloriam (AMDG) adalah inspirasi indah dari seorang yang secara totalitas menyerahkan segenap hidup dan karyanya untuk keagungan Allah yang tergambar di dalam hidup dan karya Yesus Kristus, yaitu yang sekarang di kalangan Gereja Katolik terkenal dengan nama Santo Ignatius Loyola, pendiri Tarekat Ordo Serikat Yesus dalam Agama Katolik
Agnus Dei (Bahasa Latin) yang berarti Anak Domba Allah, dan aslinya digunakan untuk merujuk pada Yesus Kristus dalam perannya sebagai persembahan kurban sempurna yang menebus dosa manusia dalam teologi Kristen, merujuk kembali pada persembahan kurban dalam Kuil Yahudi kuno
Altar adalah bangunan apapun di mana (hewan) kurban atau persembahan lainnya dipersembahkan untuk tujuan religius, atau tempat sakral di mana upacara keagamaan berlangsung. Altar biasanya ditemukan di dalam tempat pemujaan, biara, dan tempat-tempat suci lainnya. Altar ada di berbagai kebudayaan, terutama di dalam agama Katolik Roma, Agama Kristen, Agama Buddha, Hindu, Shinto, Tao dan Neopaganisme. Bangunan ini juga ditemukan di agama-agama kuno lainnya
antifon (Bahasa Yunani ἀντίφωνον, ἀντί "lawan" + φωνή "suara") adalah sebuah jawaban, biasanya dinyanyikan dalam gaya Kidung Gregorian terhadap sebuah mazmur atau bagian-bagian lain dari sebuah pelayanan rohani, seperti di saat ibadat malam atau di dalam misa. Kata ini memberikan makna pada gaya bernyanyi antifoni.
Apologetik berasal dari kata Yunani apologia yang bermakna 'membela iman'.[1][2]
beatifikasi (dari bahasa Latin "beatus", yang berbahagia) adalah suatu pengakuan atau pernyataan yang diberikan oleh gereja terhadap orang yang telah meninggal bahwa orang tersebut adalah orang yang berbahagia. Beatifikasi diberikan kepada orang yang dianggap telah bekerja sangat keras untuk kebaikan atau memiliki keistimewaan secara spiritual. Beatifikasi memerlukan bukti berupa mukjizat (kecuali dalam kasus martir), sebagai bukti bahwa orang yang dianggap kudus itu telah berada disurga dan dapat mendoakan orang lain.
Orang yang mendapat beatifikasi diberi gelar beato untuk laki-laki dan beata untuk perempuan. Proses ini merupakan tahap ketiga dari empat tahapan dalam proses kanonisasiyang biasanya dilakukan setelah mendapat gelar venerabilis (yang pantas dihormati) sebelum mendapat gelar santo atau santa. Orang yang telah dibeatifikasi mendapat gelar "Blessed".
Bruder (dari bahasa Belanda broeder yang berarti 'saudara lelaki') adalah nama panggilan bagi seorang rohaniwan Katolik awam (tidak ditahbiskan) yang menjalani kaul kemiskinan, selibat dan ketaatan. Seorang bruder biasanya tinggal dalam suatu komunitas dan bekerja dalam pelayanan sebagai guru, seniman, koki, teknisi, sesuai dengantalenta dan bakatnya. Bruder biasanya termasuk ordo Agustinus, Karmelit, Dominikan, Fransiskan, dan FIC. Perbedaan antara bruder dengan biarawan ialah bahwa para bruderhidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan sebagai tanda kebaktian bagi komunitas, berbeda dengan para biarawan yang pekerjaannya hanya berdoa dan bermeditasi saja
Bulla kepausan merupakan suatu jenis tertentu paten surat (letters patent) atau piagam yang dikeluarkan oleh seorang paus dari Gereja Katolik Roma. Istilah yang digunakan untuk dokumen ini berasal dari segel berbahan timah hitam (bulla) yang ditambahkan pada bagian akhir untuk mengautentikasinya.
Bulla kepausan telah digunakan setidaknya sejak abad ke-6, tetapi istilah ini belum digunakan sampai sekitar akhir abad ke-13, dan kemudian baru digunakan secara internal untuk keperluan administratif yang tidak resmi. Namun pada abad ke-15 menjadi resmi penggunaannya ketika salah satu layanan dari kantor Kepausan dinamakan "pencatatan bulla-bulla" (registrum bullarum).
Pesta Corpus Christi (secara harafiah berarti: "Tubuh Kristus") adalah sebuah perayaan yang terutama dilakukan oleh umat Katolik. Tujuannya adalah untuk menghormati Ekaristi, dan oleh karenanya tidak memperingati satu peristiwa apa pun dalam kehidupan Yesus. Perayaannya dilakukan pada Hari Kamis setelah Hari Minggu Trinitas untuk menghubungkannya dengan peristiwa Yesus menetapkan Ekaristi dalam Perjamuan Terakhir, di Hari Kamis Putih. Hari Minggu Trinitas (Tritunggal Mahakudus) sendiri adalah Hari Minggu pertama setelah Pentakosta yang merayakan doktrin Trinitas atau tiga wujud Allah, yakni Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus. Oleh karena peringatan akan penderitaan di dalam Minggu Suci, tidak ada festival yang diselenggarakan di dalamnya. Hari Kamis setelah Hari Minggu Trinitas adalah Hari Kamis pertama setelah Minggu Suci, Masa Paskah, dan setelah berakhirnya peringatan Oktaf Pentakosta yang kini sudah tidak dilakukan lagi secara formal.
Di dalam Gereja Katolik Roma, perayaan ini secara resmi dikenal sebagai Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Di sebagian besar negara-negara yang berbahasa Inggris, Corpus Christi dirayakan pada Hari Minggu setelah Hari Minggu Trinitas oleh konferensi gereja setempat. Pada akhir misa, biasanya terdapat Prosesi Sakramen Mahakudus (seringkali di luar ruangan) yang diikuti dengan Ibadat Adorasi Suci
Diakon (bahasa Latin: diaconus; juga disebut "Syamas"; bahasa Inggris: deacon) adalah suatu peranan dalam Gereja Kristen yang umumnya diasosiasikan dengan pelayanan dalam beberapa bidang yang berbeda-beda menurut tradisi teologis dan denominasional. Kata Diakon sendiri berasal dari kata Yunani diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).[1] Dalam banyak tradisi, diakonat (jabatan diakon) merupakan suatu jabatan klerus; dalam tradisi lainnya, diakonat diperuntukkan bagi umat awam.
Kata diakon berasal dari kata Yunani diakonos (διάκονος), yang kerap diterjemahkan sebagai pelayan atau lebih khusus lagi pelayan meja (Bahasa Inggris: waiter). Di dalam budaya Yunani, diakonein ini dilihat sebagai pekerjaan budak dan pekerjaan orang rendah.[1]
Diyakini bahwa jabatan diakon berawal mula dari pemilihan tujuh pria (di antaranya Stefanus) untuk membantu menangani urusan-urusan pastoral dan administrasi dari Gereja perdana (Kisah para Rasul pasal 6). Kisahnya sebagai berikut:
“ | Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia. Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka. | ” |
Diakon-diakon wanita (bahasa Latin: diaconissa) disebut-sebut oleh Gaius Plinius Caecilius Secundus (Plinius yang Muda, filsuf Romawi Kuno) dalam sepucuk suratnya yang ditujukan kepada Marcus Ulpius Nerva Traianus (Trayanus, Kaisar Romawi) pada tahun 112. Hubungan yang pasti antara para diakon dan diakon wanita secara eklesiologis tidaklah jelas; dalam beberapa tradisi seorang diaconissa adalah seorang diakon yang berjenis kelamin perempuan; dalam tradisi lainnya, para diakon wanita merupakan suatu jenjang jabatan tersendiri.
Uraian Alkitab mengenai kualitas-kualitas yang dituntut dari seorang diaokon dapat dibaca dalam 1 Timotius 3:8-13.
Diakon-diakon ternama dalam sejarah antara lain:
- Santo Stefanus, martir Kristen pertama;
- Santo Laurentius, seorang martir Romawi; dan
- Santo Fransiskus Asisi, sang reformator Gereja abad pertengahan.
Diakon juga digunakan sebagai gelar untuk presiden, ketua atau kepala dari suatu gilda (serikat profesi) dagang di Skotlandia.
Tabernakel dalam Gereja Anglikan, Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur adalah sebuah lemari atau kotak penyimpanan, khusus untuk menyimpan Sakramen yang telah disucikan: tubuh, darah, jiwa dan keilahian Yesus Kristus, dalam bentuk roti dan anggur, yang digunakan dalam ritus komuni suci.[1]
Pada masa awal perkembangan Kristiani, tabernakel yang menyimpan benda suci disimpan dalam rumah-rumah pribadi dimana umat Kristiani bertemu untuk berkumpul bersama-sama saudara seiman, oleh karena ketakutan akan ganjaran hukuman dari pihak penguasa.
Dalam adat Gereja Katolik Roma dan Barat, tabernakel-tabernakel ini ditutupi dengan selimut yang disebut conopaeum. Selimut ini penampilannya bisa mirip seperti tenda atau seperti korden, tergantung apakah tabernakelnya ditaruh berdempetan dengan dinding atau berdiri sendiri. Kebiasaan ini sekarang tidaklah diharuskan. Sebuah conopaeum yang menutupi sebuah tabernakel adalah sebuah simbol dari menetapnya Tubuh Kristus, sama seperti saat Roh Tuhan tinggal di dalam Tabernakel di padang gurun dalam kelima buku Nabi Musa. Penutup ini juga menampilkan unsur dasar tabernakel yang merupakan sebuah tenda.
Umat Katolik Roma dan Ortodoks sama-sama merujuk Perawan Suci Maria sebagai tabernakel dalam devosi mereka (seperti dalam Himne Akathist di Gereja Ortodoks atau Litani Maria di Gereja Katolik Roma) karena Bunda Maria "membawa Tubuh Kristus di dalam diri-Nya" (arti kata "inkarnasi" dalam teologi Kristiani) dalam perannya sebagai Theotokos, seperti fungsi tabernakel dalam gereja saat ini.
Dalam Gereja Mormon (Bahasa Inggris: The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints), tabernakel digunakan sebagai tempat kegiatan religius yang multiguna, baik sebagai tempat upacara agama, konferensi gereja, maupun sebagai pusat komunitas, walaupun saat ini The Stake Center telah mengambil alih fungsi tabernakel untuk tempat pelayanan umat dan pusat komunitas. Beberapa tabernakel, terutama di Utah dan Hawaii, hingga hari ini masih digunakan sebagai pusat kebudayaan gereja dan untuk tujuan religius lainnya
No comments:
Post a Comment