Selamat Datang di Gereja Paroki St Yosef Duri . . . . . Welcome to St Yosef Parish Church Duri - INDONESIA
Selamat Datang dan Terima kasih telah mengunjungi situs Gereja Katolik Paroki St.Yosef - Duri, Riau Indonesia. Menjadi Gereja yang Mandiri dan Berbuah, itulah Visi dan Misi Gereja Paroki St Yosef Duri, oleh karena itu peran serta aktif umat dalam pewartaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan, untuk itu apabila Saudara-Saudari berminat untuk menyumbangkan pikiran, tenaga, ketrampilan, pengetahuan, dana, waktu dan bantuan apapun termasuk komentar dan usulan, silahkan hubungi kami di: gerejaparokistyosef@gmail.com.

Paus: Saya Terluka Melihat Mereka Gunakan HP Saat Misa

Nopember 9, 2017
Paus Fransiskus memimpin Misa saat kunjungan ke paroki San Pier Damiani di Roma pada 21 Mei 2017. (AFP PHOTO / Andreas SOLARO
Larger | Smaller
Paus Fransiskus mengatakan bahwa sangat mengganggu ketika orang memotret dirinya dengan telepon genggam selama Misa, terutama jika orang itu adalah seorang imam atau uskup.
“Ini mengganggu saya saat saya merayakan Misa di lapangan atau di basilika dan saya melihat begitu banyak ponsel di udara, tidak hanya dari umat, tapi juga dari beberapa imam dan uskup … Tolong … Misa bukan sebuah pertunjukkan, tapi sebuah perjumpaan dengan kisah Sengsara dan Kebangkitan Tuhan.”
Paus mengatakan dalam beberapa bulan ke depan dia akan berbicara tentang Ekaristi pada katekese hari Rabu untuk menjelaskan makna Misa.
“Sudahkah Anda melihat bagaimana anak-anak membuat tanda salib? Anda tidak tahu apa yang mereka lakukan, apakah itu membuat tanda salib atau menggambar. Mereka melakukannya seperti ini dan tidak tahu bagaimana …,” kata paus.
“Kita perlu belajar dan mengajar anak-anak untuk melakukannya dengan benar. Begitulah Misa dimulai, kehidupan dimulai, hari dimulai. Itu berarti kita telah diselamatkan oleh Salib Tuhan. Lihatlah anak-anak dan ajarkan mereka untuk membuat tanda salib dengan benar,” lanjut Paus Fransikus seperti dilaporkan Romereports.com
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa, sama seperti para martir menyerahkan hidup mereka untuk membela Ekaristi, ada banyak orang Kristen saat ini yang menghadapai berbagai jenis penganiayaan untuk pergi Misa. Dia meminta umat Katolik untuk berhenti sejenak dan merenungkan makna Misa.
“Pikirkan … Saat Anda pergi Misa, Tuhan ada di sana. Anda terganggu, melamun … tapi Tuhan ada di sana. Mari pikirkan ini … ,” kata paus.
“[Tapi] Romo, Misa membosankan. Apa? Tuhan tidak mengatakan Misa membosankan?” ‘Tidak, tidak, bukan Misanya, tapi para imam. Para pastor harus berubah! Tuhan ada di sana. Mengerti? Jangan lupakan itu. ”
Ini adalah seri katekese ketujuh dari Paus Fransiskus. Selain menyelesaikan seri Year of the Faith yang dimulai oleh Benediktus XVI, paus telah mendedikasikan katekese tentang sakramen, karunia Roh Kudus, Gereja, keluarga, sukacita belas kasihan dan pengharapan.

Sumber: http://indonesia.ucanews.com/2017/11/09/paus-saya-terluka-melihat-mereka-gunakan-hp-saat-misa/

PROBLEMATIKA PERKAWINAN BEDA IMAN

PROBLEMATIKA PERKAWINAN BEDA IMAN
bersama: P. Antonius Padua Dwi Joko, Pr
Vikaris Jenderal & Vikaris Yudisial Keuskupan Surabaya
  • Mempertimbangkan Perkawinan Beda Iman 1
  • Mempertimbangkan Perkawinan Beda Iman 2
  • Janji dalam Perkawinan Campur Memberatkan Pihak Non-Katolik
  • Perkawinan di KUA Perlu Disahkan di Gereja?
  • Pengesahan Perkawinan
  • Baikkah Menemani Pasangan ke Gereja dari Lain Denominasi?
  • Pasangan Berkeberatan Anak-anak Dibaptis Katolik

 Mempertimbangkan Perkawinan Beda Iman 1
Saya amati bahwa fenomena kawin campur tetap saja marak. Rasanya realitas tersebut tidak bisa dihindarkan. Keponakan saya, meski sudah berusaha mencari pacar yang seiman tetapi toh akhirnya mendapatkan pacar yang tidak seiman. Hal-hal penting apa sajakah yang sekiranya perlu diperhatikan secara serius untuk perkawinan mereka?
~ Anton

Kita tahu bahwa dalam perkawinan, suami isteri bersama-sama berupaya untuk mewujudkan persekutuan hidup dan cinta kasih dalam semua aspek dan dimensinya: personal-manusiawi dan spiritual-religius sekaligus. Guna meminimalisir rintangan dan halangan demi tercapainya persektuan macam itu, Gereja menghendaki agar umatnya memilih pasangan yang seiman, dengan mengingat bahwa iman berpengaruh sangat kuat terhadap kesatuan lahir-batin suami isteri, pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga. Mengingat relevansi iman terhadap perkawinan sakramental dan pengaruh perkawinan sakramental bagi kehidupan iman itulah Gereja Katolik menginginkan agar anggotanya tidak melakukan perkawinan campur. Di samping itu, ada sebuah norma moral dasar yang perlu diindahkan, yakni bahwa setiap orang dilarang melakukan sesuatu yang membahayakan imannya. Iman merupakan suatu nilai yang amat tinggi, yang perlu dilindungi dengan cinta dan bakti. Namun demikian, Gereja juga menyadari akan kompleksitas dan pluralitas situasi masyarakat, di mana orang-orang Katolik hidup berdampingan dengan orang-orang non-Katolik. Selain itu, semangat ekumenis Gereja Katolik untuk merangkul dan bekerjasama dengan pihak-pihak Kristen lainnya, serta kesadaran akan kebebasan beragama, telah mendorong Gereja Katolik sampai pada pemahaman akan realita terjadinya perkawinan campur. Yang paling krusial adalah masalah anak. Orangtua tetap bertanggung jawab soal pendidikan anak; dan masalah ini perlu dibereskan sebelum menikah.

Sejak dulu kawin campur menjadi halangan, sebab menjadi ancaman iman. Maka Gereja mengingatkan mereka yang melakukan kawin campur agar supaya tidak lupa akan janjinya. Di samping itu juga mengingatkan orangtua akan kewajiban mendidik anak. Sebenarnya kedua belah pihak diingatkan. Yang diharapkan Gereja adalah supaya mereka sadar akan pertumbuhan anak, yang harus dibicarakan sejak awal, untuk membentengi iman. Bagi yang Katolik, bila sudah membaptiskan anak, apakah berarti sudah melaksanakan janjinya itu? Belum, sebab soal pendidikan selanjutnya harus dipikirkan. Seandainya mengalami kesulitan besar sehingga tidak dapat membaptiskan anak, juga tidak berarti tidak berhasil mendidik anak. Yang penting adalah melakukan yang terbaik untuk anak. Ini adalah resiko oramg menikah kawin campur. Dalam pandangan Gereja tentang kawin campur sudah disebut unsur-unsur (misalnya sehubungan dengan interaksi antara perkawinan dan agama) yang menggaris-bawahi perlunya pastoral perkawinan dan keluarga pada umumnya, dan kawin campur pada khususnya. Kiranya pasangan kawin campur tidak hanya nenunggu saja, tetapi perlu aktif membina diri dan mencari kesempatan untuk mengembangkan hidup imannya.

Hal utama dalam perkawinan adalah kasih; kasih yang selalu terikat pada pribadi. Untuk ini perlu senantiasa mengusahakan berbagai hal yang menyatukan. De facto dalam perkawinan campur ada perbedaan, tetapi membicarakan dan memfokuskan diri pada perbedaan saja tidaklah berguna bahkan dapat menimbulkan kerenggangan. Maka marilah senantiasa yakin akan pemeliharan dan penyertaan Tuhan.


 Mempertimbangkan Perkawinan Beda Iman 2

Saya seorang pria Muslim berpacaran dengan seorang gadis Katolik selama 3 tahun. Pacar mengajak saya untuk menikah di Gereja Katolik. Dari diskusi kami, saya melihat bahwa konsep Katolik tentang perkawinan dan hidup berkeluarga sangat ideal. Saya takut tidak sanggup menghayatinya. Apa saja yang mesti saya pertimbangkan sebelum menikah dengannya?
~ Ronny

Pertama, perlu dipahami bahwa ketika anda menikah dengan seorang Katolik, tidak berarti bahwa Anda diharuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih daripada apa yang mungkin saja diharapkan dalam setiap perkawinan. Kita tahu bahwa dalam setiap perkawinan kedua pribadi yang menikah mesti peka terhadap perasaan-perasaan dan pendapat satu sama lain. Dalam setiap perkawinan mesti ada suatu penyesuaian diri dan sikap saling memahami. Dalam setiap perkawinan selalu ada suka dan duka. Maka, janganlah membayangkan bahwa anda harus berbuat sesuatu yang terlalu ideal yang tak mungkin terjangkau, misalnya  hidup perkawinan yang tanpa percekcokan atau problem. Kiranya dengan menghadapi dan mengalami masalah dan kesulitan, ideal perkawinan dan hidup berkeluarga Kristiani secara berangsur-angsur menjadi sebuah kenyataan.

Kedua, perkawinan adalah sebuah keputusan penting dalam hidup. Maka, hal-hal utama yang mesti anda pertimbangkan adalah hal-hal yang setiap orang harus juga  pertimbangkan ketika mereka sedang berpikir tentang keinginan untuk menikah. Beberapa pentanyaan ini barangkali dapat membantu:
a. Dapatkah saya melewatkan sisa hidup bersama calon pasangan? Mampukah saya menyokong hubungan ini dari hari ke hari seumur hidup?
b. Apakah pasangan juga mampu mempertahankan hubungan semacam ini dengan saya?
c. Apakah saya dapat dipercayai untuk mengasihi dan menghargai pasangan dalam untung dan malang, dalam keadaan sehat dan sakit?
d. Apakah saya dapat mempercayai pasangan untuk melakukan hal serupa?
e. Apakah pasangan mengenal saya dengan baik untuk mengikatkan diri dengan saya seumur hidup?
f. Apakah saya mengenal pasangan dengan baik untuk mengikatkan diri dengannya seumur hidup?
g. Apakah saya menikah dengan dia karena keinginan hati saya sendiri? Apakah saya yakin bahwa tidak ada tekanan dari pihak manapun?
Jika anda tidak secara jujur menjawab “ya” terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, pikirkan lagi baik-baik rencana pernikahan anda. Memang, pertunangan yang terputus akan menyedihkan, namun itu jauh lebih baik daripada sebuah perkawinan yang hancur dan menimbulkan bencana berkepanjangan. Jika anda menikah dengan seorang Katolik, apakah anda berkeberatan atas pendidikan anak-anak kalian sebagai orang Katolik? Jika ada keberatan, bicarakanlah itu secara hati-hati dengan pasangan sebelum anda menikah. Bila anda gagal melakukannya, bisa jadi muncul masalah serius di kemudian hari. Kiranya anda juga sudah mulai memahami bahwa orang Katolik memberi penekanan yang besar pada ketakterceraian sebuah perkawinan. Pada hari pernikahan anda akan membuat janji mulia untuk saling menjaga dan mencintai hingga kematian memisahkan anda berdua. Jika anda ragu-ragu akan kemampuan anda atau kemampuan pasangan untuk memenuhi janji itu, atau jika anda meragukan ketulusan hati anda dalam mengikrarkan janji setia itu, sebaiknya anda tidak buru-buru menikah, pikirkanlah dengan kebeningan dan keheningan hatimu. Kiranya niat tulus anda diberkati Tuhan.


 Janji dalam Perkawinan Campur Memberatkan Pihak Non-Katolik

Saya beragama Budha. Kami menikah secara Katolik 14 tahun yang lalu. Saya sudah lupa persisnya janji apa yang saya buat sewaktu persiapan perkawinan di hadapan romo. Soal kedua anak kami yang dibaptis di Gereja Katolik pun pula aktif dalam kegiatan gereja, bagi saya tidak masalah. Hanya saya punya kesan, ketika seseorang menikah dengan seorang Katolik, kehidupan rumah tangga tampaknya perlahan-lahan berubah dan diwarnai oleh prinsip-prinsip Katolik. Kelihatannya, di mana-mana saya harus mengalah terhadap pasangan saya yang Katolik. Apakah itu adil?
~ Budi

Saya senang dengan pengertian dan kejujuran Anda. Memang, jika Anda sampai merasa seperti itu, tentu saja hal itu sama sekali tidak adil. Orang-orang Katolik diharapkan berusaha hidup jujur sebagai orang Katolik. Menjadi orang Katolik tidak berarti memberi beban kepada orang-orang lain atau mengabaikan pendapat dan keyakinan-keyakinan mereka. Seorang Katolik yang pasangannya bukan seorang Katolik terutama sekali perlu peka mengenai hal ini. Gagasan-gagasan dan keyakinan Anda tidak seharusnya diabaikan dan hal ini harus Anda jelaskan kepada pasangan. Cobalah membicarakan secara terbuka perbedaan-perbedaan pendapat dengan pasangan sehingga pasangan mengerti pendirian Anda.

Ada persyaratan untuk mendapatkan ijin ataupun dispensasi dalam perkawinan campur, yakni: Pertama, pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik (KHK kan.1125, 1°). Kedua, pihak yang non-Katolik diberitahu pada waktunya mengenai janji-janji yang harus dibuat pihak Katolik, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik (kan.112 5, 2°). Ketiga, kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat-sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya (kan.1125, 3°). Ketika menghadap romo untuk penyelidikan kanonik pada saat persiapan perkawinan, pihak Katolik membuat janji yang isinya sebagai berikut:  “... dengan ini menyatakan dan berjanji secara jujur bahwa saya  akan selalu setia kepada iman Katolik, dan bahwa saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membaptis dan mendidik semua anak yang lahir dari perkawinan ini dalam Gereja Katolik.” Karena itu, ditekankan bahwa yang menandatangai pernyataan ini adalah pihak Katolik. Pasangannya tidak harus membuat janji-janji apapun. Yang diminta hanyalah, pihak non-Katolik itu mesti sadar dan memahami janji yang telah dibuat oleh pasangannya yang Katolik. Kalau pihak non-Katolik ikut tanda tangan, tujuannya hanyalah untuk mengetahui dan menyadari akan janji pihak Katolik tersebut.

Tentu saja, hal yang utama dalam perkawinan adalah kasih. Kasih yang selalu terikat pada pribadi. Karenanya, perlu senantiasa mengusahakan berbagai hal yang menyatukan. De fakto dalam perkawinan campur ada perbedaan, namun memperdebatkan perbedaan tidaklah berguna bahkan menimbulkan kerenggangan. Kerena itu, Anda perlu senantiasa yakin akan pemeliharaan dan penyertaan Tuhan. Di sana Anda sekeluarga akan menikmati kehidupan yang berlimpah-limpah. Tuhan memberkati.


 Perkawinan di KUA Perlu Disahkan di Gereja?

Saya menikah secara sipil 12 tahun yang lalu dan dikarunia seorang anak. Setelah 6 tahun perkawinan, kami resmi cerai sipil. Saya menikah lagi dengan seorang muslim di KUA. Saat ini saya dan istri sedang mengikuti katekumen. Setelah dibaptis, apakah kami harus mengadakan pemberkatan perkawinan di gereja, mengingat perkawinan kami KUA?
~ Wibowo

Perkawinan pertama yang hanya melulu di Catatan Sipil tanpa adanya campur tangan lembaga keagamaan, sudah putus dengan putusan Pengadilan Sipil. Putusan Pengadilan Sipil ini punya kekuatan hukum, karenanya anda sudah tidak mempunyai ikatan perkawinan dengan mantan isteri. Sebab itu anda bisa melangsungkan perkawinan baru dengan sah. Kemudian anda, yang belum dibaptis, menikah di KUA dengan seorang muslim. Perkawinan di KUA adalah perkawinan natural, perkawinan yang sah di mata Gereja.

Sekarang anda berdua sedang mengikuti pelajaran agama dan ingin dibaptis. Tentu saja anda berdua bisa dibaptis setelah menyelesaikan masa katekumenat. Anda tidak mempunyai halangan pernikahan terdahulu. Bila anda berdua bersama-sama dibaptis, maka perkawinan anda di KUA dikukuhkan menjadi perkawinan sakramental, perkawinan antara dua orang yang dibaptis. Perkawinan ini mempunyai ciri unitas dan indissolubilitas. Karenanya perkawinan anda berdua menjadi semakin kukuh dan tak terceraikan. Apakah kemudian perkawinan anda berdua perlu diberkati di gereja? Perkawinan anda di KUA adalah perkawinan sah, maka tidak perlu perkawinan itu disahkan lagi oleh Gereja. sebab itu tidak diperlukan upacara pengesahan perkawinan, tetapi dimungkinkan misalnya perayaan pembaharuan janji perkawinan, sewaktu anda berdua merayakan hari Ulang Tahun Perkawinan. Semoga anda berdua semakin dihantar pada hidup iman dan hidup perkawinan yang bahagia sejahtera.


 Pengesahan Perkawinan

Teman saya seorang pria Katolik telah menikah secara Islam. Hal ini dilakukan agar hubungan direstui oleh mertua. Setelah kedua mertua meninggal, ia rindu untuk menerima Komuni dan berniat untuk menikah secara Katolik. Istri dan anak-anaknya pun setuju. Bagaimana caranya?

Kami amat gembira karena teman Anda rindu untuk mengesahkan perkawinannya secara Katolik dan menyambut komuni kudus. Memang dapat terjadi ada perkawinan yang telah diteguhkan, kemudian hari kedapatan tidak sah. Penyebabnya adalah (i) ada halangan yang sifatnya menggagalkan, (ii) ada cacat kesepakatan, (iii) ada cacat dalam tata-laksananya.

Ada kebatalan yang bisa diperbaiki, yaitu jika alasan kebatalannya dapat diatasi, misalnya halangan nikah itu dapat hilang atau dimintakan dispensasi, atau kesepakatan nikah diperbarui, atau tata-laksana peneguhan dapat diulangi. Ada pula yang tidak dapat diperbaiki, misalnya halangan nikah yang sifatnya kodrati (ikatan nikah, impotensi). Tentu, kasus teman Anda itu termasuk kebatalan yang bisa diperbaiki. Kanon 1156 § 1 KHK 1983 mengatakan: “Untuk mengesahkan perkawinan yang tidak sah oleh suatu halangan yang bersifat menggagalkan, haruslah halangan itu telah berhenti atau diberikan dispensasi dari padanya, serta diperbaharui kesepakatan nikah, setidak-tidaknya oleh pihak yang sadar akan adanya halangan.”

Bagaimana membantu kerinduan teman Anda? Prosesnya sederhana saja: Anjurkan teman Anda untuk datang ke Pastor atau ke sekretariat gereja, mendaftarkan diri untuk pengesahan perkawinan. Setelah beberapa persyaratan administratif dipenuhi, teman Anda akan dipanggil Pastor untuk penyelidikan kanonik. Ini merupakan penyelidikan mengenai status bebas calon mempelai, sekaligus peluang pastoral untuk persiapan perkawinan secara lebih individual dan intensif. Setelah itu, tiga hal akan dilaksanakan: (i) Pastor akan memintakan Dispensasi Nikah Beda Agama ke ordinaris wilayah; (ii) Pembaruan Kesepakatan (renovatio consensus) ini perlu dilakukan demi sahnya perkawinan. Ini lebih merupakan tuntutan dari pihak Gereja, dimaksudkan agar tidak ada keragu-raguan lagi mengenai sah atau tidaknya perkawinan; (iii) Pembaruan Konsensus dilaksanakan dalam forma kanonika, atau tata-laksana Gerejani, yakni di hadapan imam dan dua orang saksi. Demikian penjelasan yang kami sampaikan. Semoga kerinduan teman Anda segera dapat terwujudkan. Tuhan memberkati.


 Baikkah Menemani Pasangan ke Gereja dari Lain Denominasi?

Saya seorang Katolik menikah secara Katolik dengan seorang Protestan tujuh tahun yang lalu. Kami dikarunia dua orang anak yang telah dibaptis Katolik. Keluarga kami dapat dikatakan harmonis. Minggu pagi saya ke Gereja Katolik, kadang ditemani isteri dan anak, Minggu sore saya mengantar isteri ke gerejanya. Isteri sering meminta saya juga mengikuti kebaktiannya. Saya berkeberatan, sehingga hal ini seringkali menimbulkan pertengkaran kecil di antara kami. Baikkah jika saya menghadiri kebaktian di gerejanya?
~ Alfons

Dalam perkawinan campur, di mana masing-masing pihak merupakan anggota dari denominasi yang berbeda, saling menghadiri ibadat atau kebaktian di gereja satu sama lain dapat menjadi suatu bagian penting dari sikap saling membagi dan membangun kesatuan, yang merupakan jantung dari hidup perkawinan. Sampai saat ini, menerima komuni antar gereja-gereja Kristen tidak diijinkan, krena itu tidak satu pun dari Anda berbua bebas menerima Komuni di gereja satu sama lain. Namun demikian, sebenarnya tidak ada alasan cukup kuat untuk sesekali menemani pasangan dalam kebaktian di gerejanya, sejauh Anda tetap memenuhi kewajiban sebagai seorang Katolik. Kita tahu bahwa hal yang utama dalam perkawinan adalah kasih. Kasih selalu terikat pada pribadi dan perlu diupayakan berbagai hal yang menyatukan. De facto dalam perkawinan campur ada perbedaan, namun memperdebatkan perbedaan tidaklah berguna bahkan menimbulkan ketegangan. Tetapi, senantiasa yakinlah akan pemeliharaan dan penyertaan Tuhan.

Paus Yohanes Paulus II memberikan nasehat yang amat baik bagi para pasangan kawin campur: “Dalam perkawinan, kalian menghidupi harapan-harapan dan kesulitan-kesulitan di jalan menuju persatuan kristiani. Ungkapkanlah harapan tersebut dalam doa bersama, dalam persekutuan cinta yang mesra. Bersama-sama, undanglah Roh Kudus, Roh Cinta, ke dalam hati dan rumah kalian. Dia akan membantu kalian untuk bertumbuh dalam iman dan pengetahuan. Saudara-saudari sekalian, `semoga damai sejahtera Kristus memerintah di dalam hatimu…. Hendaklah perkataan Kristus diam di dalam segala kekayaannya di antara kamu' (Kol 3:15-16). Para pasangan suami istri, saya berbicara kepada kalian mengenai harapan-harapan dan cita-cita yang menopang visi Kristiani mengenai perkawinan dan hidup brkeluarga. Kalian akan menemukan kekuatan untuk setia kepada janji-janji perkawinan kalian di dalam kasihmu terhadap Allah dan terhadap satu sama lain serta terhadap anak-anakmu” (Paus Yohanes Paulus II).


 Pasangan Berkeberatan Anak-anak Dibaptis Katolik

Saya seorang Katolik menikah secara Katolik dengan seorang Protestan delapan tahun yang lalu dan dikarunia dua orang anak berumur 7 dan 4 tahun. Anak-anak dididik dan bersekolah di sekolah Katolik, juga aktif dalam BIAK. Namun, suami tidak mengijinkan anak-anak dibaptis Katolik. Saya khawatir, bila tiba saatnya menyambut Komuni Pertama, anak saya tidak bisa ikut menyambut komuni.
~ Esti

Memang, tugas mendidik anak bersumber dari panggilan asli orangtua untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Bagi orangtua kristiani, tugas mendidik anak-anak mendapat dasar dan kekuatan baru yang bersumber dari sakramentalitas perkawinan. Rahmat Sakramen Perkawinan menghiasi orangtua kristiani dengan martabat dan panggilan khusus untuk mendidik anak-anak secara kristiani. Berkat Sakramen Perkawinanlah fungsi edukatif orangtua mendapatkan martabat dan bobot khusus, yakni menjadi sebuah pelayanan resmi dalam Gereja untuk membangun anggota-anggotanya. Oleh karena itu dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) hak dan kewajiban edukatif ini menjadi bagian dari tugas Gereja untuk mengajar: “Orangtua … berkewajiban dan berhak untuk mendidik anaknya; para orangtua Katolik mempunyai tugas dan juga hak untuk memilih sarana dan lembaga dengan mana mereka dapat menyelenggarakan pendidikan Katolik untuk anak-anak mereka dengan lebih baik, sesuai dengan keadaan setempat” (Kan 793. $ 1). Dengan demikian orangtua ikut membangun Gereja melalui pendidikan anak-anak secara manusiawi dan kristiani sepenuh-penuhnya. “Keluarga kristiani menjadi Gereja Rumah Tangga, di mana orangtua menjalankan tugas-tugas ilahi dan gerejawi terhadap anak-anak, dan anak-anak menemukan guru iman sejati dalam diri orangtua mereka” (Familiaris Consortio, #38). Seringkali terjadi kesulitan pada mereka yang mengalami perkawinan campur, entah perkawinan campur beda Gereja atau beda agama. Anda sendiri mengalami kesulitan itu. Anak-anak menerima pendidikan iman Katolik, bersekolah di sekolah Katolik, beribadat dan berdoa secara Katolik, aktif dalam kegiatan Katolik, bukankah de facto mereka telah menghayati iman Katolik? Tentu menjadi kerinduan Ibu dan kita bersama agar anak-anak bisa segera menerima Sakramen Baptis. Cobalah untuk membicarakan kembali dengan suami, toh anak-anak de facto telah menghayati iman Katolik. Alangkah indahnya bagi mereka bila mereka juga dapat semakin mengalami kelimpahan rahmat Allah melalui pembaptisan dan Komuni Kudus kelak. Tuhan memberkati.

Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka4/id38.htm

Bilamana Bel, Gong dan Lonceng Dibunyikan?

Bilamana Bel, Gong dan Lonceng Dibunyikan?


Dalam Perayaan Ekaristi dibunyikan bel, gong dan juga lonceng. Kapan masing-masing dibunyikan dalam Misa?
~ Catur

Sebenarnya dalam Missale Romanum berbahasa Latin terbitan Vatikan, tidak terdapat rubrik tentang penggunaan bel, tetapi ada saran penggunaannya dalam PUMR 150. TPE 2005 menawarkan salah satu cara, yang rupanya juga tidak persis berlaku di seluruh Indonesia. Cara itu bukan harga mati. Setiap paroki / keuskupan masih boleh memilih cara yang ideal atau cocok sesuai budaya masing-masing.

Penggunaan bel atau lonceng altar sudah menjadi kebiasaan selama berabad-abad dalam Gereja Katolik. Di Jawa misalnya, banyak paroki yang menggantinya dengan gong. Malah ada yang memakai dua alat, yaitu lonceng altar dan gong. Bunyi lonceng altar atau gong yang terbuat dari logam itu sebenarnya dipergunakan untuk membantu menciptakan suasana meriah dan agung. Karenanya, selama Masa Prapaskah, kita tidak menggunakan lonceng, dan boleh menggantinya dengan bunyi kayu atau apapun yang tidak berasosiasi meriah dan agung. Lonceng altar atau gong dibunyikan sebelum konsekrasi atau Kisah dan Kata-kata Institusi. Juga pada saat Hosti Suci dan Piala diangkat oleh imam sesudah kata-kata konsekrasi. Cara membunyikan lonceng altar atau gong dapat diatur sendiri asalkan dapat mendukung suasana khidmat, agung, hormat dan artistik. Lonceng altar, gong atau juga lonceng gereja memiliki fungsi praktis dalam perayaan liturgi, yaitu untuk menandai dimulainya suatu peristiwa penting atau menunjukkan bagian penting dari perayaan liturgi atau ibadat.

Lonceng Gereja juga berfungsi:
a. memanggil jemaat untuk berkumpul. Maka bisa saja lonceng gereja dibunyikan setengah jam, misalnya, sebelum misa dimulai.
b. memaklumkan suatu doa, misalnya Doa Angelus. Maka setiap pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 lonceng  gereja dibunyikan untuk memaklumkan Doa Angelus.
c. memaklumkan adanya anggota jemaat yang meninggal.

Kolekte, Stipendium, Iura Stolae

Saya sering mendengar istilah-istilah “kolekte”, “kolekte khusus”, “Stipendium", "Iura Stolae", dll. Mohon penjelasan mengenai istilah-istilah tersebut.
~ Benny
Beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam lingkup Gereja.

Sumbangan
:
pemberian sukarela yang halal dan tidak mengikat, baik berupa uang maupun barang.
Sumbangan Khusus
:
sumbangan untuk maksud tertentu dan harus dipergunakan hanya sesuai dengan maksud tersebut (intentio dantis).
Hibah
:
pengalihan hak milik secara sukarela kepada Gereja.
Kolekte
:
disebut juga "persembahan", adalah sumbangan umat yang dikumpulkan dalam perayaan Ekaristi atau ibadat lain.
Kolekte Khusus
:
kolekte yang dikumpulkan untuk maksud khusus tertentu, serta hanya boleh dipergunakan sesuai dengan maksud khusus tersebut.

Kolekte Wajib
(collectio imperata)
:
kolekte khusus yang atas kesepakatan para Uskup Regio Jawa harus dikumpulkan di semua gereja dan / atau tempat ibadat milik tarekat yang terbuka untuk unit untuk maksud tertentu sesuai yang diharuskan.
Dharma Bakti
:
sumbangan bulanan umat secara sukarela untuk membantu karya pelayanan / perutusan Gereja setempat.
Stipendium
:
sumbangan yang diberikan oleh seseorang yang memohon persembahan misa ("aplikasi perayaan Ekaristi") bagi ujudnya, karena itu sering disebut juga "intensi misa".
Iura Stolae
:
sumbangan sukarela yang diberikan umat untuk pelayanan sakramen atau sakramentali.
Uang Asistensi
:
sumbangan yang diberikan kepada seorang imam yang diminta untuk membantu pelayanan perayaan Ekaristi atau pelayanan sakramental dan sakramentali.
Solidaritas Paroki
:
dana di keuskupan yang dikumpulkan oleh paroki atau unit karya-unit karya dan kegiatan lain yang ditentukan oleh uskup.
Honorarium
:
uang yang diterima sebagai balas jasa dalam kesempatan pelayanan non-sakramental atau non-sakramentali, misalnya dalam retret, triduum, rekoleksi, kapitel, membawakan renungan, seminar, ceramah dan sebagainya; tidak termasuk uang balas jasa untuk karya tulis dan penulisan buku (royalti).
Kas Paroki
:
uang yang dikelola untuk kepentingan penyelenggaraan paroki dan pelayanan umat paroki.
Kas Pastoran
:
uang yang dikelola untuk kepentingan kehidupan pastor paroki bersama dengan para pembantunya.
Uang Saku
:
uang bulanan yang diberikan kepada imam-imam untuk kepentingan pribadi dan penggunaannya tidak perlu dilaporkan. Besarnya uang saku ditentukan oleh uskup.


Tabernakel di Rumah Umat Beriman

Mohon penjelasan tentang beberapa hal ini: Bolehkah umat menerima komuni lebih dari satu kali dalam sehari? Bolehkah mendirikan Tabernakel di rumah? Saya mendengar beberapa umat di kota-kota besar mempunyai kapel pribadi dan tabernakel di rumahnya.
~ Yacobus S.M.

Kitab Hukum Kanonik (KHK) kan. 917 menyatakan, “Yang telah sambut Ekaristi mahakudus, dapat menyambut lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 921 §2.” Selanjutnya, Kan. 921 §2 menyatakan, “Meskipun pada hari yang sama telah sambut komuni suci, namun sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya mati sambut komuni lagi.” Singkat kata, orang diperkenankan menyambut Komuni Kudus dua kali dalam satu hari; namun demikian, persyaratannya adalah bahwa ia ikut ambil bagian secara keseluruhan dalam masing-masing Misa tsb. Patutlah kila menghormati alasan pemikiran yang mendasari hukum resmi Gereja tersebut. Kurban Kudus Misa dan Perayaan Ekaristi merupakan pusat sejati dari keseluruhan hidup Kristiani. Perayaan Misa dan menyambut Komuni Kudus pada hakikatnya saling berhubungan erat. Terlebih lagi, bagian-bagian Misa, teristimewa Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, membentuk suatu kesatuan yang utuh. Misalnya pada Misa Minggu pagi Bapak bertugas sebagai Lektor dan pada Misa Minggu sore Bapak bertugas sebagai Pelayan Tak Lazim Komuni, maka Bapak diizinkan menyambut komuni dua kali dalam sehari. Gereja memberikan ijin untuk menyambut Komuni Kudus dua kali dalam sehari terutama juga bagi kepentingan mereka yang mungkin menghadiri Misa Perkawinan dan Misa Pemakaman pada hari yang sama. Atau ikut ambil bagian dalam Misa Harian dan kemudian pergi pula mengikuti Misa dengan intensi khusus pada hari yang sama. Patut diingat bahwa persyaratannya adalah bahwa ia ikut ambil bagian secara keseluruhan dalam masing-masing Misa tsb.

Tentang penyimpanan Sakramen Mahakudus, KHK kan. 934 § 1 menyatakan bahwa Ekaristi mahakudus harus disimpan di gereja, kapel atau ruang doa pada rumah tarekat religius atau serikat hidup kerasulan; juga pada kapel-kapel yang diizinkan oleh ordinaris wilayah, misalnya kapel stasi. Selanjutnya, KHK kan. 934 § 2 menyatakan bahwa di tempat-tempat itu sedapat mungkin seorang imam sekurang-kurangnya dua kali sebulan merayakan Misa di situ. Sedangkan KHK kan. 935 dengan tegas mengatakan, “Tak diperbolehkan seseorang menyimpan Ekaristi suci di rumahnya atau membawanya dalam perjalanan, kecuali jika ada keharusan pastoral yang mendesak serta dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dari Uskup diosesan.” Jadi, kiranya jelas bahwa tidak diperkenankan menyimpan Sakramen Mahakudus di rumah pribadi. Keluarga-keluarga yang mempunyai ruang doa adalah sangat baik, dan amat dianjurkan untuk memilikinya sejauh memungkinkan. Namun menyimpan Sakramen Mahakudus di rumah pribadi jelas tidak diperbolehkan. Bandingkan juga dengan Redemptionis Sacramentum no. 131 yang menyatakan, “Selain ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam kanon 934 §1, tidak diizinkan menyimpan Sakramen Mahakudus di tempat yang tidak pasti dapat diawasi oleh Uskup diosesan atau di mana ada bahaya profanasi. Di mana terjadi hal yang demikian, maka Uskup diosesan hendaknya segera menarik kembali izin menyimpan Ekaristi yang mungkin sudah diberikan.”

Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka4/id39.htm

Tanya-Jawab

Patung Sebagai Jalan Masuk Kuasa Kegelapan?


Romo Terkasih,
Mengapa orang Katolik berdoa di depan patung? Bukankah ini sangat berbahaya untuk masuknya kuasa kegelapan?
Dari bapak Surya, Surabaya.

Bapak Surya yang budiman,
  • (1) Allah bersabda ”Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di bumi” (Keluaran 20:4).
  • (2) Tapi Allah juga berfirman kepada nabi Musa: "Buatlah ular tembaga dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut ular, lalu memandangnya, akan tetap hidup." (Bilangan 21:8-9).
  • (3) Jadi, masalah sebenarnya bukan membuat patung (sebab Allah malah menyuruhnya). Masalahnya menyembahnya. Patung yang gak disembah, gak masalah.
  • (4) Tapi bagaimana menilainya? Ini menyembah. Itu tidak. Apa ukurannya? Ukurannya bukansikap fisik orang, tapi sikap batinnya. Sukar menilainya. Ada 2 orang bersikap fisik yang sama, memegang pisau. Yang satu mau membunuh orang tapi yang lain mau memasak. Begitu pula ada 2 orang sama-sama berlutut di depan patung. Sikap batin yang satu menyembah bendanya. Tapi yang lain ternyata menyembah Allah. Gak ada yang tahu. Hanya yang bersangkutan dan Tuhan.
  • (5) Dalam kesukaran menilai seperti itu, kita wajib memberi nasihat kepada pelaku. Wajib menasihati terus, agar dia tidak jatuh dalam berhala. Kewajiban moril yang berat. Kalau tidak kita tunaikan, kita dosa berat sebab membiarkan orang terjerumus ke neraka.
  • (6) Nasihat pertama, kamu boleh saja berlutut di depan patung tapi jangan menyembah bendanya. Yang menyelamatkan bukan bendanya tapi Tuhannya.
  • (7) Kedua, kamu harus cerdas dan beriman, agar kamu menggunakan patung hanya sebagaialat bantu berdoa saja. Tapi kalau kamu tidak cerdas dan tidak beriman, kamu akan melakukanidolatri pemberhalaan atau ketakutan terhadap patung.
  • (8) Ketiga, kamu jangan bekerja-sama dengan kuasa kegelapan untuk merekayasa patung (atau benda suci) yang aslinya gak punya daya apa-apa, menjadi seakan-akan punya daya. Gara-gara diberhalakan itulah maka sebuah benda malah kerasukan kuasa kegelapan.
  • (9) Keempat, kamu jangan minta pelayanan dari kuasa kegelapan. Kalau kamu minta, dia juga minta upah. Upah yg dimintanya melebihi pelayanannya. Hartamu akan dirampoknya habis sampai kamu melarat. Bahkan dia ambil juga kesehatanmu, sampai kamu sakit-sakitan sampai tua, gak mati-mati.
  • (10) Kelima, dalam berhala. Yang menyembah dan mencium kaki patung itu adalah tuannya. Sedang patungnya tsb. malah budaknya yang disuruh-suruh melayani tuannya agar kaya, kuat, dsb. Dalam berhala itu bukan Tuhan diadu lawan patung, tapi lawan Ego (aku). Kemauan Egoselalu dimenangkan, mengalahkan perintah dan larangan Tuhan. Kalau Tuhan saja kalah, apalagi cuma patung.                                                                        
RD B. JUSTISIANTO.

Tanya-Jawab

Ajaran Kasih dan Pengampunan 77x7 Kali


Romo Terkasih,
Apakah di paroki St Yakobus masih berlaku ajaran Kasih dan pengampunan 77x7 kali? Masalahnya, mengapa ada tanda kasih dibatalkan dengan alasan yang tidak manusiawi.
Dari Edward, Surabaya.
Bp Edward yang dikasihi Tuhan,
  1. Ajaran Kasih (Mrk 12:28-34) tidak boleh dibatalkan. Kasih itu ibarat bagi ikan, air dalam aquarium. Manusia diciptakan dan hidup karena-dengan-dalam Kasih Allah. Maka perintah Kasih bukan sekedar hukum (harus-harus, sanksi-hukuman) tapi perintah kehidupan. Keluar dari situ, kamu mati (Yoh 15:5-6).
  2. Tapi Tuhan Yesus menjelas kan makna Kasih dengan ajaran lain yang nampaknya bertentangan dengan Kasih. "Barangsiapa menyesatkan anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik jika batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ditenggelamkan ke laut” (Mat 18:6). Dengan ini Tuhan mau menjelaskan Tujuan Kasih adalah manusia. Dan ukuran kasih adalah kemanusiaan. Bukan keselamatan satu orang, tapi semua orang, lebih-lebih anak kecil. Kasih yang melindungi manusia dari celaka itu kasih sejati. Kita kira, mengikat orang dengan batu lalu menenggelamnya ke laut itu bukan kasih. Sebaliknya! Itu perbuatan kasih sebab menyelamatkan manusia. Juga perbuatan Allah Bapa yang tidak menjawab Putera yang mohon bebas dari salib (Lukas 22:41-44), bukan jahat, tapi perbuatan kasih, sebab mementingkan keselamatan manusia.
  3. Ada tiga sifat yang membedakan Kasih Allah dari kasih masyarakat.
    1. Pertama, rasionil. ”Mata” melèk. Mendapat banyak pengetahuan. Mampu identifikasi dan memilah-milah.
    2. Kedua, tidak kedagingan. Kedagingan berarti ”Yok opo énaké, dudu yok opo apiké”. Dan kedagingan itu buta, tak mampu membedakan madu-racun. Asal enak dimakan. Yang pahit dimuntahkan. Tapi Kasih mau menderita demi orang lain.
    3. Ketiga, terarah keluar. Kalau pusat Kasih Allah ada pada Diri sendiri, Dia tak akan menciptakan manusia. Tapi pusat Kasih Allah ada di luar Diri-Nya. Pada manusia. Maka Allah mau berbagi ”ada”, kekayaan, dan ke-muliaan, bahkan bertaruh nyawa demi keselamatan manusia.
  4. Tiga hal (mampu melihat, pengetahuan, mampu memanagenya) itu hak dan keharusan semua orang (bukan monopoli guru). Sebab tanpa 3 hal tsb. orang akan masuk jurang. Sekarangmakin banyak sekali orang mempunyai 3 hal tsb. Maka sebaiknya ada kerja sama dalam 3 hal tsb, agar lebih tajam penglihatan, lebih banyak pengetahuan, dan lebih bijaksana. Tapi 3 hal itu ber-proses: bukan hanya pelan-pelan tahu banyak, tapi juga pelan-pelan mampu memanagenya (bijaksana). Bukan hanya anak kecil (walaupun ahli T.I.) tapi gurupun harus pelan-pelan tahu banyak (termasuk situs terlarang). Karena kebijaksana-an tidak mesti seimbang dengan pengetahuan, sebaiknya jangan tergesa-gesa tahu banyak dan jangan sembarangan berkecimpung di situ.                                  
RD B. JUSTISIANTO

HIERARKIS GEREJA KATOLIK

Menurut Ajaran resmi Gereja struktur Hierarkis termasuk hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.Maka Konsili mengajarkan bahwa “atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja” Kepada mereka itu para Rasul  berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18).
makdud dari “atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja” ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.
Striktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup
1. Para Rasul
Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu ” mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku” (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb)
Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal “penilik” (Episkopos), “penatua” (presbyteros), dan “pelayan” (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.
2. Dewan Para Uskup
Pada akhir zaman Gereja perdana, sudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini dimaksud bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).
Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, “Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan” (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebab tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).
3. Paus
Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.
Menurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri :
“Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:17-19).
4. Uskup
Paus adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup “dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing” (LG 27).
Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya. “Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang terpenting” (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.
5. Imam
Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekarang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut “pastor kepala” pada zaman itu. dan imam-imam “pastor pembantu”, lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat.
melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. “Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagi badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka” (LG 28).
Tugas konkret mereka sama seperti uskup: “Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi”
6. Diakon
“Pada tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan ‘bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'” (LG29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.
Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai “pembantu dengan tugas terbatas”. jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki
Kardinal
Seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada seorang Paus yang meninggal, karena Paus adalah uskup Roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja “utama” (cardinalis)). Dewasa ini para kardinal dipilih dari uskup-uskup seluruh dunia. lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Para kardinal diangkat oleh Paus. Sejak abad ke 13 warna pakaian khas adalah merah lembayung.
Sumber http://imankatolik.or.id/

ORDO-KONGREGASI IMAM-IMAM

ORDO / KONGREGASI IMAM-IMAM :
1. Imam Deosesan / Praja (Pr) Keuskupan Agung Jakarta
Seminari Tinggi KAJ Yohanes Paulus II

2. Serikat Xaverian (SX)
3. Kongregasi Murid-Murid Tuhan (CDD)
4. Kongregasi Hati Maria Tak Bernoda (CICM)
5. Kongregasi Misi atau Lazaris (CM)
6. Kongregasi Sengsara Yesus (CP)
7. Kongregasi Redemptoris (CSsR)
8. Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC)
9. Misionaris Keluarga Kudus (MSF)
10. Ordo Salib Suci (OSC)
11. Ordo Saudara-Saudara Dina Fransiskan (OFM)
12. Ordo Saudara-Saudara Dina Kapusin/Ordo Fratum Minorum Capuccinorum (OFMCap)
13. Ordo Saudara-Saudara Dina Konventual/Ordo Fratum Minorum Conventualium (OFMConv)
14. Ordo Karmelit (O.Carm)
15. Kongregasi S.P. Maria Yang Terkandung Tak Bernoda/Oblat Maria Imamaculata (OMI)
16. Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ)
17. Serikat Salesian Don Bosco (SDB)
18. Serikat Yesus (SJ)
19. Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria (SS.CC)
20. Serikat Sabda Allah (SVD)
KONGREGASI BRUDER-BRUDER & Frater Kekal
1. Kongregasi Bruder Budi Mulia (BM)
2. Kongregasi Bruder Santa Perawan Maria Yang Terkandung Tak Bernoda (FIC)
3. Bruder ALMA
4. Frater Bunda Hati Kudus (BHK)
KONGREGASI SUSTER-SUSTER
1. Kongregasi Amalkasih Darah Mulia (ADM)
2. Kongregasi Abdi Kristus (AK)
3. Biarawati Karya Kesehatan (BKK)
4. Tarekat Maria Mediatrix (TMM)
5. Tarekat Santa Perawan Maria Amersfoort (SPM)
6. Kongregasi Suster Santo Paulus dari Chartres (SPC)
7. Kongregasi Santa Bunda Maria (SND)
8. Kongregasi Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC)
9. Kongregasi Suster Fransiskus Dina (SFD)
10. Tarekat Cintakasih dari Maria Bunda Berbelaskasih (SCMM)
11. Kongregasi Hati Kudus Yesus (RSCJ)
12. Kongregasi Putri Bunda Pengasih Gembala Baik (RGS)
13. Tarekat Putri Reinha Rosari (PRR)
14. Serikat Puteri Kasih (PK) atau sumber lain
15. Kongregasi Suster Sang Timur (PIJ)
16. Kongregasi Penyelenggaraan Ilahi (PI)
17. Tarekat Putri Bunda Hati Kudus (PBHK)
18. Ordo Santa Ursula (OSU) atau sumber lain
19. Kongregasi Suster-Suster Santo Fransiskus (OSF)
20. Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus (OP)
21. Kongregasi Suster-Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus (MC)
22. Kongregasi Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik (KYM)
23. Kongregasi Suster Fransiskan S. Lusia (KSFL)
24. Tarekat Jesus Maria Joseph (JMJ) atau sumber lain
25. Kongregasi Suster Belaskasih dari Hati Yesus Mahakudus (HK)
26. Kongregasi Para Saudari Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel (H.Carm)
27. Kongregasi Fransiskanes dari S. Georgius Martir (FSGM)
28. Kongregasi Suster Fransiskus Misionaris Maria (FMM)
29. Tarekat Puteri-Puteri Penolong Umat Kristiani (FMA) atau sumber lain
30. Puteri-Puteri Cinta Kasih Canossian (FDCC) atau sumber lain
31. Puteri-Puteri Fransiskan dari Hati Kudus Yesus dan Maria (FCJM)
32. Kongregasi Suster Santo Fransiskus Charitas (FCh) atau sumber lain
33. Kongregasi Suster Santo Paulus dari Salib (CP) atau sumber lain
34. Suster Santo Fransiskus Asisi (KFS)
35. Kongregasi Pengikut Yesus (CIJ) atau sumber lain
36. Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus (CB) atau sumber lain
37. Suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)
38. Suster Klaris
Anda tertarik ?  Silahkan hubungi:
1. Seminari Menengah Wacana Bhakti
Jl. Pejaten Barat No. 10A
Ragunan, Pasar Minggu
Jakarta 12550
Telp. (021) 7804986 – 7804996
2. Seminari Menengah St. Paulus
Jl. Bangau No. 60 – Palembang 
Kotak Pos 30113
Tlp. 0711-351948
3. Seminari Menengah Petrus Canisius Mertoyudan 
Jl.Mayjend. Bambang Soegeng Mertoyudan,
Kotak Pos 103 Magelang 56101
Telepon (0293) 326718; Fax. (0293) 325057.
4. Seminari Menengah Stella Maris
Jl. Kapten Muslihat 22 
Bogor 16122
Telp. (0251) 8385607 – Fax : (0251) 8381779
5. Seminari Menengah Marianum
Jl. Letjen Panjaitan 58
Probolinggo 67219
Telp : (0335) 429792 ; Fax : (0335)  429792
6. Seminari Menengah Roh Kudus – Tuka
Banjar Tuka – Desa Dalung – Kecamatan Kuta Utara
Po Box 18 Sempidi – Denpasar 80351
Telp : (0361) 245112 ; Fax : (0361) 245112
Sumber http://www.antoniuspadua.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=154&Itemid=141