Selamat Datang di Gereja Paroki St Yosef Duri . . . . . Welcome to St Yosef Parish Church Duri - INDONESIA
Selamat Datang dan Terima kasih telah mengunjungi situs Gereja Katolik Paroki St.Yosef - Duri, Riau Indonesia. Menjadi Gereja yang Mandiri dan Berbuah, itulah Visi dan Misi Gereja Paroki St Yosef Duri, oleh karena itu peran serta aktif umat dalam pewartaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan, untuk itu apabila Saudara-Saudari berminat untuk menyumbangkan pikiran, tenaga, ketrampilan, pengetahuan, dana, waktu dan bantuan apapun termasuk komentar dan usulan, silahkan hubungi kami di: gerejaparokistyosef@gmail.com.

Bilamana Bel, Gong dan Lonceng Dibunyikan?

Bilamana Bel, Gong dan Lonceng Dibunyikan?


Dalam Perayaan Ekaristi dibunyikan bel, gong dan juga lonceng. Kapan masing-masing dibunyikan dalam Misa?
~ Catur

Sebenarnya dalam Missale Romanum berbahasa Latin terbitan Vatikan, tidak terdapat rubrik tentang penggunaan bel, tetapi ada saran penggunaannya dalam PUMR 150. TPE 2005 menawarkan salah satu cara, yang rupanya juga tidak persis berlaku di seluruh Indonesia. Cara itu bukan harga mati. Setiap paroki / keuskupan masih boleh memilih cara yang ideal atau cocok sesuai budaya masing-masing.

Penggunaan bel atau lonceng altar sudah menjadi kebiasaan selama berabad-abad dalam Gereja Katolik. Di Jawa misalnya, banyak paroki yang menggantinya dengan gong. Malah ada yang memakai dua alat, yaitu lonceng altar dan gong. Bunyi lonceng altar atau gong yang terbuat dari logam itu sebenarnya dipergunakan untuk membantu menciptakan suasana meriah dan agung. Karenanya, selama Masa Prapaskah, kita tidak menggunakan lonceng, dan boleh menggantinya dengan bunyi kayu atau apapun yang tidak berasosiasi meriah dan agung. Lonceng altar atau gong dibunyikan sebelum konsekrasi atau Kisah dan Kata-kata Institusi. Juga pada saat Hosti Suci dan Piala diangkat oleh imam sesudah kata-kata konsekrasi. Cara membunyikan lonceng altar atau gong dapat diatur sendiri asalkan dapat mendukung suasana khidmat, agung, hormat dan artistik. Lonceng altar, gong atau juga lonceng gereja memiliki fungsi praktis dalam perayaan liturgi, yaitu untuk menandai dimulainya suatu peristiwa penting atau menunjukkan bagian penting dari perayaan liturgi atau ibadat.

Lonceng Gereja juga berfungsi:
a. memanggil jemaat untuk berkumpul. Maka bisa saja lonceng gereja dibunyikan setengah jam, misalnya, sebelum misa dimulai.
b. memaklumkan suatu doa, misalnya Doa Angelus. Maka setiap pukul 06.00, 12.00 dan 18.00 lonceng  gereja dibunyikan untuk memaklumkan Doa Angelus.
c. memaklumkan adanya anggota jemaat yang meninggal.

Kolekte, Stipendium, Iura Stolae

Saya sering mendengar istilah-istilah “kolekte”, “kolekte khusus”, “Stipendium", "Iura Stolae", dll. Mohon penjelasan mengenai istilah-istilah tersebut.
~ Benny
Beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam lingkup Gereja.

Sumbangan
:
pemberian sukarela yang halal dan tidak mengikat, baik berupa uang maupun barang.
Sumbangan Khusus
:
sumbangan untuk maksud tertentu dan harus dipergunakan hanya sesuai dengan maksud tersebut (intentio dantis).
Hibah
:
pengalihan hak milik secara sukarela kepada Gereja.
Kolekte
:
disebut juga "persembahan", adalah sumbangan umat yang dikumpulkan dalam perayaan Ekaristi atau ibadat lain.
Kolekte Khusus
:
kolekte yang dikumpulkan untuk maksud khusus tertentu, serta hanya boleh dipergunakan sesuai dengan maksud khusus tersebut.

Kolekte Wajib
(collectio imperata)
:
kolekte khusus yang atas kesepakatan para Uskup Regio Jawa harus dikumpulkan di semua gereja dan / atau tempat ibadat milik tarekat yang terbuka untuk unit untuk maksud tertentu sesuai yang diharuskan.
Dharma Bakti
:
sumbangan bulanan umat secara sukarela untuk membantu karya pelayanan / perutusan Gereja setempat.
Stipendium
:
sumbangan yang diberikan oleh seseorang yang memohon persembahan misa ("aplikasi perayaan Ekaristi") bagi ujudnya, karena itu sering disebut juga "intensi misa".
Iura Stolae
:
sumbangan sukarela yang diberikan umat untuk pelayanan sakramen atau sakramentali.
Uang Asistensi
:
sumbangan yang diberikan kepada seorang imam yang diminta untuk membantu pelayanan perayaan Ekaristi atau pelayanan sakramental dan sakramentali.
Solidaritas Paroki
:
dana di keuskupan yang dikumpulkan oleh paroki atau unit karya-unit karya dan kegiatan lain yang ditentukan oleh uskup.
Honorarium
:
uang yang diterima sebagai balas jasa dalam kesempatan pelayanan non-sakramental atau non-sakramentali, misalnya dalam retret, triduum, rekoleksi, kapitel, membawakan renungan, seminar, ceramah dan sebagainya; tidak termasuk uang balas jasa untuk karya tulis dan penulisan buku (royalti).
Kas Paroki
:
uang yang dikelola untuk kepentingan penyelenggaraan paroki dan pelayanan umat paroki.
Kas Pastoran
:
uang yang dikelola untuk kepentingan kehidupan pastor paroki bersama dengan para pembantunya.
Uang Saku
:
uang bulanan yang diberikan kepada imam-imam untuk kepentingan pribadi dan penggunaannya tidak perlu dilaporkan. Besarnya uang saku ditentukan oleh uskup.


Tabernakel di Rumah Umat Beriman

Mohon penjelasan tentang beberapa hal ini: Bolehkah umat menerima komuni lebih dari satu kali dalam sehari? Bolehkah mendirikan Tabernakel di rumah? Saya mendengar beberapa umat di kota-kota besar mempunyai kapel pribadi dan tabernakel di rumahnya.
~ Yacobus S.M.

Kitab Hukum Kanonik (KHK) kan. 917 menyatakan, “Yang telah sambut Ekaristi mahakudus, dapat menyambut lagi hari itu hanya dalam perayaan Ekaristi yang ia ikuti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 921 §2.” Selanjutnya, Kan. 921 §2 menyatakan, “Meskipun pada hari yang sama telah sambut komuni suci, namun sangat dianjurkan agar mereka yang berada dalam bahaya mati sambut komuni lagi.” Singkat kata, orang diperkenankan menyambut Komuni Kudus dua kali dalam satu hari; namun demikian, persyaratannya adalah bahwa ia ikut ambil bagian secara keseluruhan dalam masing-masing Misa tsb. Patutlah kila menghormati alasan pemikiran yang mendasari hukum resmi Gereja tersebut. Kurban Kudus Misa dan Perayaan Ekaristi merupakan pusat sejati dari keseluruhan hidup Kristiani. Perayaan Misa dan menyambut Komuni Kudus pada hakikatnya saling berhubungan erat. Terlebih lagi, bagian-bagian Misa, teristimewa Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, membentuk suatu kesatuan yang utuh. Misalnya pada Misa Minggu pagi Bapak bertugas sebagai Lektor dan pada Misa Minggu sore Bapak bertugas sebagai Pelayan Tak Lazim Komuni, maka Bapak diizinkan menyambut komuni dua kali dalam sehari. Gereja memberikan ijin untuk menyambut Komuni Kudus dua kali dalam sehari terutama juga bagi kepentingan mereka yang mungkin menghadiri Misa Perkawinan dan Misa Pemakaman pada hari yang sama. Atau ikut ambil bagian dalam Misa Harian dan kemudian pergi pula mengikuti Misa dengan intensi khusus pada hari yang sama. Patut diingat bahwa persyaratannya adalah bahwa ia ikut ambil bagian secara keseluruhan dalam masing-masing Misa tsb.

Tentang penyimpanan Sakramen Mahakudus, KHK kan. 934 § 1 menyatakan bahwa Ekaristi mahakudus harus disimpan di gereja, kapel atau ruang doa pada rumah tarekat religius atau serikat hidup kerasulan; juga pada kapel-kapel yang diizinkan oleh ordinaris wilayah, misalnya kapel stasi. Selanjutnya, KHK kan. 934 § 2 menyatakan bahwa di tempat-tempat itu sedapat mungkin seorang imam sekurang-kurangnya dua kali sebulan merayakan Misa di situ. Sedangkan KHK kan. 935 dengan tegas mengatakan, “Tak diperbolehkan seseorang menyimpan Ekaristi suci di rumahnya atau membawanya dalam perjalanan, kecuali jika ada keharusan pastoral yang mendesak serta dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dari Uskup diosesan.” Jadi, kiranya jelas bahwa tidak diperkenankan menyimpan Sakramen Mahakudus di rumah pribadi. Keluarga-keluarga yang mempunyai ruang doa adalah sangat baik, dan amat dianjurkan untuk memilikinya sejauh memungkinkan. Namun menyimpan Sakramen Mahakudus di rumah pribadi jelas tidak diperbolehkan. Bandingkan juga dengan Redemptionis Sacramentum no. 131 yang menyatakan, “Selain ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam kanon 934 §1, tidak diizinkan menyimpan Sakramen Mahakudus di tempat yang tidak pasti dapat diawasi oleh Uskup diosesan atau di mana ada bahaya profanasi. Di mana terjadi hal yang demikian, maka Uskup diosesan hendaknya segera menarik kembali izin menyimpan Ekaristi yang mungkin sudah diberikan.”

Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka4/id39.htm

No comments:

Post a Comment