BAHAYA
MSG - Monosodium Glutamat
Monosodium glutamat, juga dikenal sebagai sodium glutamat atau MSG, merupakan garam natrium dari asam glutamat yang merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang terbentuk secara alami. Wikipedia
Rumus: C5H8NO4Na
Nama IUPAC: Sodium 2-Aminopentanedioate
Massa molar: 169,111 g/mol
Titik lebur: 232 °C
Kepadatan: 1,62 g/cm³
MSG (Monosodium Glutamat) dijual dalam berbagai bentuk produk dan
kemasan, produk penyedap rasa seperti Ajinomoto atau Royco mengandung MSG
sebagai salah satu bahan penyedap rasa. Produk makanan siap saji, makanan beku
maupun makanan kaleng juga mengandung MSG dalam jumlah yang cukup besar. Selain
lada dan garam, botol berlabel penyedap rasa yang mengandung MSG juga dapat
dengan mudah ditemukan di rak bumbu dapur maupun di atas meja restoran.
Umumnya, Restoran Cina banyak menggunakan MSG untuk menyedapkan
masakan-masakannya.
Walaupun sebagian besar orang dapat mengkonsumsi MSG tanpa masalah, beberapa
orang memiliki alergi bila mengkonsumsi berlebihan yaitu gejala seperti pening,
mati rasa yang menjalar dari rahang sampai belakang leher, sesak nafas dan
keringat dingin. Secara umum, gejala-gejala ini dikenal dengan nama sindrom
restoran cina.
Asam glutamat dan gamma-asam aminobutrat
mempengaruhi transmisi signal didalam otak. Asam glutamat meningkatkan
transmisi signal dalam otak, sementara gamma-asam aminobutrat menurunkannya.
Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa individu dapat
merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam
otak (Anonimous 2006).
Sejarah
Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat) (Anonimous 2006). Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya memiliki sejarah panjang. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang berarti lezat) (Anonimous 2006). Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium glutamate (MSG), tetapi belum tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sekarang ini MSG digolongkan sebagai GRAS
(Generally Recognized As Save) atau secara umum dianggap aman. Hal ini juga
didukung oleh US Food and Drugs Administration (FDA), atau badan pengawas
makanan dan obat-obatan (semacam Ditjen POM) di Amerika yang menyatakan MSG
aman. Tentu dalam batas konsumsi yang wajar (Anonimous 2003).
MSG
Pembangkit Citarasa
Asam glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul protein yang terdapat dalam makanan dan secara alami terdapat dalam jaringan tubuh manusia. Beberapa diantara asam glutamat tersebut terdapat dalam bentuk bebas, artinya tidak terikat dengan asam – asam amino lainnya, tetapi masih terdapat dalam makanan. Hanya dalam bentuk bebas itulah asam glutamat mampu berfungsi sebagai senyawa pembangkit citarasa makanan atau masakan. Glutamat bebas tersebut dapat bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG (Winarno 2004).
Asam glutamat merupakan bagian dari kerangka utama berbagai jenis molekul protein yang terdapat dalam makanan dan secara alami terdapat dalam jaringan tubuh manusia. Beberapa diantara asam glutamat tersebut terdapat dalam bentuk bebas, artinya tidak terikat dengan asam – asam amino lainnya, tetapi masih terdapat dalam makanan. Hanya dalam bentuk bebas itulah asam glutamat mampu berfungsi sebagai senyawa pembangkit citarasa makanan atau masakan. Glutamat bebas tersebut dapat bereaksi dengan ion sodium (natrium) membentuk garam MSG (Winarno 2004).
MSG yang banyak dijual di toko-toko,
diproduksi dalam skala komersial melalui proses fermentasi dengan menggunakan
bahan mentah pati, gula bit, gula tebu, atau molases (tetes). Begitupun,
menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia, WHO menggunakan MSG untuk
program fortifikasi vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996.
Juga, penggunaan MSG bisa menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan konsumsi
garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada
golongan manula. Hal ini karena untuk mencapai efek rasa yang sama, MSG hanya
mengandung 30% natrium dibanding garam.
MSG
dan Kesehatan Masyarakat
Pada tahun 1959, Food and Drug Administration di Amerika mengelompokkan MSG
sebagai ”generally recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan
khusus. Kemudian pada tahun 1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120
mg/kg berat badan/hari yang disetarakan dengan konsumsi garam. Mengingat belum
ada data pasti, saat itu ditetapkan pula tidak boleh diberikan kepada bayi
kurang dari 12 minggu (Anonimous 2003). Dari penelitian yang telah dilakukan
selama lebih dari 20 tahun oleh para scientis bahwa MSG aman untuk dikonsumsi,
sejauh tidak berlebihan termasuk pada wanita hamil dan menyusui.
Pada
wanita hamil dan menyusui
Hasil penelitian menunjukkan, glutamat hanya akan menembus placenta bila kadarnya dalam darah ibu mencapai 40 – 50 kali lebih besar dari kadar normal. Itu artinya mustahil kecuali glutamat diberikan secara intravena. Sementara kalau ibu menyusui menyantap MSG 100 mg/kg berat badan, mungkin kadar glutamat dalam darahnya akan naik, tetapi tidak dalam ASI.
Hasil penelitian menunjukkan, glutamat hanya akan menembus placenta bila kadarnya dalam darah ibu mencapai 40 – 50 kali lebih besar dari kadar normal. Itu artinya mustahil kecuali glutamat diberikan secara intravena. Sementara kalau ibu menyusui menyantap MSG 100 mg/kg berat badan, mungkin kadar glutamat dalam darahnya akan naik, tetapi tidak dalam ASI.
Batasan aman yang pernah dikeluarkan oleh
badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization), asupan MSG per hari
sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan. Jadi, jika berat seseorang 50 kg,
maka konsumsi MSG yang aman menurut perhitungan tersebut 6 gr (kira-kira 2
sendok teh) per hari. Rumus ini hanya berlaku pada orang dewasa. WHO tidak
menyarankan penggunaan MSG pada bayi di bawah 12 minggu (Anonimous 2001).
Efek
Bahaya dari Penggunaan MSG :
A. Chinese Restaurant Syndrome
Tahun 1968 dr. Ho Man Kwok menemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.
A. Chinese Restaurant Syndrome
Tahun 1968 dr. Ho Man Kwok menemukan penyakit pada pasiennya yang gejalanya cukup unik. Leher dan dada panas, sesak napas, disertai pusing-pusing. Pasien itu mengalami kondisi ini sehabis menyantap masakan cina di restoran. Masakan cina memang dituding paling banyak menggunakan MSG. Karena itulah gejala serupa yang dialami seseorang sehabis menyantap banyak MSG disebut Chinese Restaurant Syndrome.
Bagaimana sampai MSG bisa menimbulkan gejala
di atas, masih dugaan sampai saat ini. Tetapi diperkirakan penyebabnya adalah
terjadinya defisiensi vitamin B6 karena pembentukan alanin dari glutamat
mengalami hambatan ketika diserap. Konon menyantap 2 – 12 gram MSG sekali makan
sudah bisa menimbulkan gejala ini. Akibatnya memang tidak fatal betul karena
dalam 2 jam Cinese Restaurant Syndrome sudah hilang.
B.
Kerusakan Sel Jaringan Otak
Hasil penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Hasil penelitan Olney di St. Louis. Tahun 1969 ia mengadakan penelitian pada tikus putih muda. Tikus-tikus ini diberikan MSG sebanyak 0,5 – 4 mg per gram berat tubuhnya. Hasilnya tikus-tikus malang ini menderita kerusakan jaringan otak. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan pemberian MSG yang dicampur dalam makanan tidak menunjukkan gejala kerusakan otak.
Asam
glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, gamma-asam aminobutrat
menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa
individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi
signal dalam otak (Anonimous 2006).
C. Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.
C. Kanker
MSG menimbulkan kanker betul adanya kalau kita melihatnya dari sudut pandang berikut. Glutamat dapat membentuk pirolisis akibat pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu lama. pirolisis ini sangat karsinogenik. Padahal masakan protein lain yang tidak ditambah MSG pun, bisa juga membentuk senyawa karsinogenik bila dipanaskan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Karena asam amino penyusun protein, seperti triptopan, penilalanin, lisin, dan metionin juga dapat mengalami pirolisis dari penelitian tadi jelas cara memasak amat berpengaruh.
D.
Alergi
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin (Winarno 2004).
MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum, tetapi juga bahwa reaksi hypersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan oleh histamin (Winarno 2004).
Kesimpulan
MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan, walaupun masakan itu sebenarnya tidak memberikan rasa gurih yang berarti. MSG aman dikonsumsi sejauh tidak berlebihan. Meski dinilai aman, MSG hendaknya tidak diberikan bagi orang yang tengah mengalami cidera otak karena stroke, terbentur, terluka, atau penyakit syaraf.
MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan, walaupun masakan itu sebenarnya tidak memberikan rasa gurih yang berarti. MSG aman dikonsumsi sejauh tidak berlebihan. Meski dinilai aman, MSG hendaknya tidak diberikan bagi orang yang tengah mengalami cidera otak karena stroke, terbentur, terluka, atau penyakit syaraf.
Konsumsi MSG menyebabkan penumpukan
asam glutamat pada jaringan sel otak yang bisa berakibat kelumpuhan. Batasan
aman yang pernah dikeluarkan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health
Organization), asupan MSG per hari sebaiknya sekitar 0-120 mg/kg berat badan.
Materi dirangkum dari berbagai Sumber.
No comments:
Post a Comment