Selamat Datang di Gereja Paroki St Yosef Duri . . . . . Welcome to St Yosef Parish Church Duri - INDONESIA
Selamat Datang dan Terima kasih telah mengunjungi situs Gereja Katolik Paroki St.Yosef - Duri, Riau Indonesia. Menjadi Gereja yang Mandiri dan Berbuah, itulah Visi dan Misi Gereja Paroki St Yosef Duri, oleh karena itu peran serta aktif umat dalam pewartaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan, untuk itu apabila Saudara-Saudari berminat untuk menyumbangkan pikiran, tenaga, ketrampilan, pengetahuan, dana, waktu dan bantuan apapun termasuk komentar dan usulan, silahkan hubungi kami di: gerejaparokistyosef@gmail.com.

Sabtu 4 Maret 2017 

HARI SABTU SESUDAH RABU ABU (U)
Santo Kasimirus; Beata Humbelina
Santo Lusius, Paus; Beata Placida
Bacaan I: Yes. 58: 9b–14
Mazmur: 86:1–2.3–4.5–6; R:11a
Bacaan Injil: Luk. 5:27–32
Sekali peristiwa Yesus melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: ”Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: ”Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: ”Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”
Renungan
Bacaan hari ini memperlihatkan dua tujuan pantang-puasa yang bisa direfleksikan bersama: Pertama, belajar untuk mengendalikan diri sendiri sehingga tidak semena-mena kepada sesama. Yesaya mengajak kita untuk membuka hati dan berlaku baik kepada sesama, membantu atau memberikan solusi terbaik bagi kebutuhan sesama yang menderita, sekaligus mengurangi kejahatan. Itulah yang membuat usaha mati-raga kita berkenan kepada Allah.
Kedua, memiliki sikap lepas-bebas untuk mengikuti Yesus. Lewi, si pemungut cukai, berani meninggalkan segalanya, pekerjaan dan hartanya, dan memilih untuk bergantung sepenuhnya pada kehendak dan rencana Tuhan saja. Seperti Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes (bdk. Mrk. 4:18-22), Lewi menunjukkan komitmen iman yang total kepada Sang Guru dan karya perutusan yang dipercayakan kepada mereka.
Kita tentu tidak ingin didahului oleh unta yang masuk melalui lubang jarum (bdk. Mrk. 10:17-27). Prapaskah melatih kita untuk selalu bersyukur atas berkat Tuhan dalam hidup ini. Rasa syukur itu membantu kita bersikap ugahari karena tahu bahwa apa yang ada pada kita adalah titipan Tuhan untuk dioptimalkan bagi kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.
Ya Tuhan, anugerahilah aku semangat ugahari, sikap lepas-bebas terhadap harta dan kelebihan dalam diri, sehingga di Masa Prapaskah ini aku mampu menjadi penyalur rahmat dan berkat-Mu kepada sesama yang membutuhkan. Amin.

Sumber: http://penakatolik.com/2017/03/04/sabtu-4-maret-2017/


Uskup Bandung ajak keluarga makin berwawasan ekologis dan tidak khawatir akan hidup




Umat Paroki Santa Maria KBI di Keuskupan Bandung belajar dan menjalankan penanaman hidroponik dan polibag sebagai bagian upaya mencintai bumi dan membentuk keluarga berwawasan ekologis. Foto PEN@ Katolik

Di tahun kedua (2017) Tahun Keluarga Keuskupan Bandung (2016-2018), Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC mengajak keluarga-keluarga bersekutu di kelompok basis, makin berwawasan ekologis, dan tidak khawatir akan hidup, tetapi percaya dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
Kalau ternyata masih dijumpai hal mengkhawatirkan, uskup minta mengingat sabda Tuhan: “Janganlah khawatir akan hidupmu …,” karena Allah tidak akan membiarkan kita merana. “Kalau demikian, tak ada alasan bagi kita untuk khawatir dan serakah, kecuali percaya dan berserah diri kepada Allah seraya menunaikan tugas dan kewajiban dengan baik dan benar.”
Demikian ajakan Mgr Antonius Subianto dalam Surat Gembala Prapaskah 2017 yang dibacakan di semua gereja dan kapel keuskupan itu pada Misa Minggu Biasa VIII, 25 atau 26 Februari 2017.
Uskup berharap melalui pertobatan di masa Prapaskah, Kerajaan Allah dan kebenarannya dicari terlebih dahulu melalui serangkaian tindakan matiraga dan puasa, doa dan tapa, serta amal dan kasih. “Dengan matiraga dan puasa, kita mengendalikan diri dari kerakusan dan kekhawatiran berlebihan akan makanan, pakaian, dan perumahan,” tulis Mgr Antonius.
Melalui doa dan tapa, uskup percaya, umatnya akan semakin percaya dan berserah diri kepada Allah sebagai sumber kehidupan dan keselamatan, dan dengan amal kasih, “makin menjadi pribadi yang menampakkan kehadiran Allah yang murah hati dan penuh belaskasih lewat kerelaan berbagi rejeki dan memberi materi kepada sesama yang membutuhkan.”
Dalam Ensiklik, Laudato Si’ (Terpujilah Tuhan), Paus Fransiskus mengundang umat untuk memelihara bumi dan segala isinya sebagai rumah kita bersama dengan cara melakukan pertobatan ekologis.
“Di situ kita diajak memperbaiki sikap terhadap sesama dan alam serta mengubah gaya hidup sebagai tanggapan iman terhadap jeritan bumi yang mengalami kerusakan, teriakan orang miskin yang paling merasakan akibatnya, dan panggilan Allah untuk mengelola alam sesuai kehendak-Nya,” tulis uskup yang minta umat memasuki masa Prapaskah dalam semangat pertobatan ekologis itu.
Menurut uskup, salah satu akar masalah hidup adalah kekhawatiran. “Setiap orang punya kekhawatiran masing-masing. Orang yang khawatir sebenarnya tidak percaya kepada Allah sebagai Bapa yang mahakuasa, mahatahu, murah hati dan penuh belaskasih. Kekhawatiran bisa membuat kita serakah dan mencari jaminan lain yang bukan Allah,” kata uskup seraya mengatakan, Prapaskah adalah saat tepat dan kesempatan rahmat untuk “menjadikan Allah sebagai pribadi yang paling menjamin hidup kita.”
Uskup menggarisbawahi kekhawatiran berdasarkan bacaan Injil, Minggu 25 atau 26 Februari 2017, yakni Matius 6:24-34, di mana Yesus mengajak para murid untuk tidak khawatir. “Kekhawatiran bisa menyebabkan mereka menyembah berhala karena mengandalkan seseorang atau sesuatu yang bukan Allah. Orang yang khawatir tak sepenuhnya percaya pada Allah. Ia juga menggantungkan diri pada hal lain. Maka, ia akan mencurahkan hati, budi, dan energi juga pada siapa atau apa yang diandalkannya.”
Uskup Bandung mengamati, banyak orang khawatir akan hidupnya. Anak atau remaja khawatir akan masa depan saat tidak bisa sekolah. Pemuda atau dewasa khawatir akan dirinya manakala sulit mencari pekerjaan dan susah mendapat pasangan ideal. Ayah atau ibu khawatir akan anak-anaknya yang hidup tak sesuai harapan. Nenek atau kakek khawatir akan masa tuanya saat anak-cucunya tak peduli. “Kita mungkin khawatir akan kesehatan, keuangan, atau keadaan sosial, politik, dan keamanan.”
Kekhawatiran akan pangan, sandang, dan papan, lanjut uskup, biasanya menghantui setiap orang. Di situlah sabda Yesus: “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?” (6:31) meneguhkan kita bahwa Allah tidak akan menelantarkan manusia. Burung dan rumput di ladang saja tak akan dibiarkan terlantar apalagi manusia yang dikasihi Allah melebihi barang dan binatang.”
Ajakan untuk tidak khawatir, tegas Mgr Antonius, adalah undangan untuk percaya penuh kepada Allah sebagai Bapa yang mahatahu akan kebutuhan kita dan mahamurah memenuhi keperluan kita. “Orang menjadi serakah karena terlalu khawatir dan tidak percaya kepada kebaikan dan kemurahan Allah. Orang yang serakah memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa peduli pada kehidupan sesama.”
Pencemaran air, pengotoran udara, kerusakan tanah, dan kelangkaan sumber alam bagi kesejahteraan orang banyak terjadi karena orang rakus mencari makanan, pakaian, dan perumahan yang melampaui kebutuhan yang wajar, tegas uskup.
Kehancuran alam akibat keserakahan dipicu kekhawatiran berlebihan dan ketidakpercayaan pada penyelenggaraan ilahi. Maka, “kita perlu melakukan pertobatan ekologis yang tampak dari perubahan mentalitas dalam mengelola alam sebagai buah spiritualitas karena relasi dekat dengan Tuhan yang diwujudkan dalam solidaritas pada sesama. Itulah juga ajakan pertobatan Aksi Puasa Pembangunan 2017 yang bertema Keluarga Berwawasan Ekologis.”
Melalui tema itu, jelas uskup, keluarga diundang untuk menjaga keutuhan ciptaan dengan menghargai alam sebagai penyangga kehidupan bagi semua makhluk dan dengan mengelolanya sedemikian rupa bagi kesejahteraan manusia sepanjang zaman.
“Perwujudan ini harus disertai kepercayaan kepada Allah yang mahaadil dan mahabaik hingga orang tak perlu khawatir akan kehidupannya dan tak perlu rakus mendapatkan yang dibutuhkannya. Maka, saat memanfaatkan hasil alam, kita pun pantas bertanya: Sudah bijaksanakah saya menggunakannya? Sudah pedulikah saya pada keberlangsungan alam dan ketersediaannya untuk generasi mendatang? Kita diajak mengubah gaya hidup hingga berwawasan lingkungan dan berkepedulian pada sesama,” tulis Mgr Antonius Subianto Bunjamin.(pcp)
Sumber:  PEN@ Katolik

Prapaskah adalah perjalanan dari perbudakan menuju pembebasan

03/03/2017

"Jalan ini tentu saja tidak mudah, karena cinta memang tidak mudah, akan tapi jalan ini dipenuhi dengan harapan,” lanjut Paus Fransiskus.
Seperti orang Israel yang dibebaskan dari perbudakan, umat Kristiani juga dipanggil untuk mengikuti jalan menuju pengharapan dan kehidupan baru selama masa Prapaskah.
Pada audiensi pada hari Rabu Abu, 1 Maret, Paus Fransiskus mengatakan bahwa melalui penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus telah membuka bagi kita semua suatu jalan menuju kehidupan yang penuh, abadi dan terberkati.
Masa Prapaskah memiliki makna, Kristus mendahului kita dengan suatu perjalanan keluar dari penderitaan (eksodus) dan kita menyeberangi padang gurun untuk mengikuti dia.
Kisah perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian dan kesetiaan Tuhan dalam masa-masa sulit serta penderitaan membantu umat Kristiani lebih memahami makna Prapaskah.
“Keseluruhan jalan ini dipenuhi dengan harapan, harapan untuk menggapai Tanah Perjanjian dan inilah yang disebut eksodus, pembebasan dari perbudakan menuju pembebasan,” kata Paus Fransiskus seperti dikutip ucanews.com dari Catholic News Service.
“Setiap langkah, setiap usaha, setiap percobaan, setiap kali kita jatuh dan dan setiap kali kita membarui diri memiliki arti hanya dalam rencana keselamatan dari Tuhan, yang menginginkan kehidupan bagi kita bukan kematian, kebahagian dan bukan penderitaan.”
Prapaskah dilalui melalui dinamika bahwa Kristus mendahului kita melalui perjalanan panjang dan melalui kemenanganNya umat kristiani dipanggil untuk terus menumbuhkan api kecil ini yang sudah dinyalakan dalam diri kita pada waktu kita dibaptis.
“Jalan ini tentu saja tidak mudah, karena cinta memang tidak mudah, akan tapi jalan ini dipenuhi dengan harapan,” lanjut Paus Fransiskus.