Selamat Datang di Gereja Paroki St Yosef Duri . . . . . Welcome to St Yosef Parish Church Duri - INDONESIA
Selamat Datang dan Terima kasih telah mengunjungi situs Gereja Katolik Paroki St.Yosef - Duri, Riau Indonesia. Menjadi Gereja yang Mandiri dan Berbuah, itulah Visi dan Misi Gereja Paroki St Yosef Duri, oleh karena itu peran serta aktif umat dalam pewartaan adalah sesuatu yang sangat diperlukan, untuk itu apabila Saudara-Saudari berminat untuk menyumbangkan pikiran, tenaga, ketrampilan, pengetahuan, dana, waktu dan bantuan apapun termasuk komentar dan usulan, silahkan hubungi kami di: gerejaparokistyosef@gmail.com.


Sabda Hidup: Rabu, 22 Februari 2017








Pesta Takhta St. Petrus

warna liturgi Putih
Bacaan
Bacaan InjilMat. 16:13-19.
13 Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” 14 Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” 15 Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” 16 Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” 17 Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. 18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Renungan
ORANG sering mendapatkan paraban (sebutan khusus) dari teman-temannya. Paraban itu bisa berasal dari nama ayahnya, olok-olokan, atau karena kemiripan dengan orang tertentu, peristiwa tertentu dan lain-lain.Karena nama baru itu begitu melekat maka sering orang tidak ingat nama aslinya.
Yesus menyebut Simon dengan sebutan Petrus. Sebutan ini bukan olok-olok. Sebutan ini mempunyai makna yang mendalam dan memuat tugas perutusan Petrus. “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18). Dia adalah Petrus sang penutup lobangseol. Keberadaannya menahan orang dimasukkan ke seol.
Nama kita selalu memuat arti tertentu. Orang tua memberi nama kepada kita pun menyertakan harapannya. Seperti Petrus marilah kita mendekat pada arti yang diharapkan dari nama kita.
Kontemplasi
Pejamkan matamu. Ingatlah namamu. Renungkan artinya dan kedekatan hidupmu dengan arti tersebut.
Refleksi
Tulislah bagaimana anda menterjemahkan nama dalam hidup harianmu.
Doa
Tuhan semoga aku sungguh-sungguh dalam hidup. Semoga aku pun tidak mengabaikan harapan orang tuaku yang telah memberi nama. Amin.
Perutusan
Aku akan menjaga arti nama dalam hidup harianku. -nasp-
Kredit foto: Ilustrasi (Is)

Sumber: http://www.sesawi.net/2017/02/21/sabda-hidup-rabu-22-februari-2017/


KANKER USUS BESAR

Kanker usus adalah lesi yang terjadi di bagian epitel mukosa usus besar. Penyebab kanker usus besar bisa dikarenakan berbagai faktor, seperti zat karsinogenik ,efek lingkungan atau genetik. Kanker usus besar biasanya terjadi di daerah persimpangan rektum dan sigmoid. Insiden kanker usus besar adalah yang ketiga, setelah lambung dan kanker esophagus, prevalensi lebih tinggi pada pasien usia 40 -50 tahun, sekitar 15% pasien kanker usus besar berumur 40 tahun, rasio antara pasien usus besar, laki-laki dan perempuan kanker adalah 2:1.

 APA PENYEBAB KANKER USUS BESAR?

  1. Faktor makanan: makanan berprotein tinggi, lemak tinggi dan diet rendah serat, dapat meningkatkan resiko terkena kanker usus besar.
  2. Faktor genetik: bila salah satu dari anggota keluarga pernah terkena kanker usus besar, generasi berikutnya mempunyai kemungkinan lebih tinggi dari rata-rata.
  3. Polip: polip usus besar tumbuh di dinding bagian dalam kanker usus besar atau rektum rentan terhadap berbagai stimulus, bisa berubah menjadi kanker.
  4. Penyakit Crohn atau kolitis ulseratif: seorang yang berpenyakit Crohn atau kolitis ulseratif, beresiko 30x lebih tinggi dari orang biasa untuk menderita kanker usus besar.

 SIAPA YANG PALING BERESIKO UNTUK TERKENA KANKER USUS BESAR?
  1. Pasien yang sudah pernah terkena penyakit poliposis adenomatosa
  2. Pasien yang memiliki anggota keluarga yang pernah menderita pasien kanker usus besar
  3. Pasien dengan darah dalam feses (jangka panjang)
  4. Pasien dengan kolitis ulseratif kronis
  5. Pasien dengan diare atau konstipasi kronis

 GEJALA KANKER USUS BESAR?

  1. Darah dalam tinja berwarna merah terang/gelap dan biasanya tidak sakit
  2. Distensi perut, sakit perut, gangguan pencernaan, kehilangan nafsu makan
  3. Perubahan kebiasaan buang air besar, maka frekuensi atau diare dan sembelit bergantian
  4. Perubahan bentuk tinja
  5. Penurunan berat badan drastis dan anemia
  6. Bisul di anus yang tidak kian sembuh, nyeri dubur
  7. Sakit kuning, ascites, busung, dan metastasis ke organ hati

 APA SAJA METODE DIAGNOSA UNTUK KANKER USUS BESAR?

  1. Rectal Examination: prosedurnya, dokter memakai sarung tangan, dan menggunakan pelumas, dokter akan meraba daerah rektum untuk memeriksa ada tidaknya benjolan.
  2. Fecal occult blood test: hiperplasia jaringan usus besar menyebabkan bocornya sejumlah kecil darah, dan menyebabkan tinja dalam darah. Test ini dapat mendeteksi adanya darah di tinja. Bila hasilnya positif, maka ini menunjukan adanya pendarahan dalam sistem pencernaan. Pasien sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memeriksakan adanya tumor/kanker.
  3. X-ray: Dengan menggunakan ‘barium meal examination’ dan ‘barium enema’, dokter dapat mendapatkan gambaran tentang morfologi usus besar, dan mengetahui ada tidaknya polip.
  4. Endoskopi: Bila ditemukan darah dalam tinja atau perubahan kebiasaan buang air besar, dan hasil abnormal pada waktu rectal examination, kolonoskopi harus dilakukan untuk menemukan semua jenis lesi di usus besar, dan biopsi dapat dilakukan.
  5. USG, CT scan atau MRI: pemeriksaan- pemeriksaan ini memang tidak mendiagnosa secara langsung, tetapi dapat memberikan gambaran tentang, letak, bentuk, ukuran kankernya, keadaan jaringan disekitarnya dan ada tidaknya penyebaran.
  6. Biopsi: pemeriksaan biopsi sangat penting untuk mendiagnosa kanker usus besar.

 TAHAP-TAHAP KLINIS KANKER USUS BESAR

  Stadium 0 :Ditemukannya sel-sel abnormal di dinding usus besar. Stadium ini juga disebut ‘carcinoma in situ’
  Stadium I :Tumor sudah tumbuh di dinding usus besar, dan invasi bagian submukosa
  Stadium II :Tumor sudah memasuki kedalaman dinding usus besar, dan dapat menyebar ke organ terdekatnya. Tetapi belum memasuki kelenjar getah bening.
  Stadium III : Kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening tetapi belum menyebar ke bagian tubuh lainnya
  Stadium IV: Kanker sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya, seperti, paru-paru, hati, dinding paru-paru dan ovarium.
  Kekambuhan: Setelah pengobatan, kankernya kambuh kedaerah tubuh lainnya.

 APA SAJA PENGOBATAN KANKER USUS BESAR?

  1. Operasi: Operasi adalah treatment yang paling sering digunakan untuk pengobatan kanker usus besar. Sebagian besar pasien kanker usus stadium dini, memilih operasi sebagai treatment.
  2. Radioterapi: Radioterapi sering digunakan dengan operasi untuk menurunkan tingkat kekambuhan kanker usus besar.
  3. Kemoterapi: Sebelum operasi, bisa dilakukan kemoterapi untuk menghambat pertumbuhan sel kanker baru, dan juga untuk membunuh dan membinasakan sel kanker.
  4. ImunoterapiImunoterapi dapat meningkatkan imunitas dan kualitas hidup pasien; tanpa trauma, tidak sakit, tidak perlu rawat inap, juga dapat menurunkan efek samping dari radioterapi.
  5. Pengobatan Cina: Pengobatan Cina membantu menyeimbangkan kondisi tubuh. Dengan mengkombinasi pengobatan Cina dan barat, dapat menambah efektivitas pengobatan kanker. Pengobatannya bisa dalam bentuk infusi herbal, inhalasi aerosol herbal, pemanasan herbal, injeksi acupoint, dll. Dengan perawatan ini, dapat memperkuat kekebalan tubuh, dan meningkatkan efektivitas pengobatan.

 PERAWATAN PASCA-OPERASI PENGOBATAN KANKER USUS BESAR?

  1. Pakaian: kenakan pakaian yang lembut, longgar, yang tidak ketat. Untuk menghindari tekanan pada luka.
  2. Mandi: kalau bisa jangan terkena kontak dengan air dulu, sampai lukanya sudah sembuh total.
  3. Diet: makan makanan yang sehat. Makan banyak sayur dan buah2an
  4. Olahraga: olahraga yang tepat dapat memperbaiki keadaan tubuh, dan memperkuat kekebalan tubuh terhadap penyakit.
  5. Psychology: selalu positif, kurangi stress.

 DUKUNGAN APASAJA YANG BISA SAYA DAPATKAN?

  Modern Cancer Hospital Guangzhou untuk perawatan masing-masing pasien pasien dengan kanker usus besar, sesuai dengan kondisi mereka, melalui konsultasi ahli untuk mengembangkan program pengobatan kanker usus yang komprehensif dan efektif. Juga mengumpulkan kepandaian dari setiap ahli untuk menciptakan pengobatan model baru “minimal infasif, kombinasi pengobatan barat dan timur”, menggunakan kombinasi pengobatan tradisional China, photodynamic, local kemoterapi, dan 12 macam minimal invasif, terapi intervensi, bio-imunoterapi dan argon-helium pisau, pengobatan tradisional China dan pengobatan Barat yang dikombinasikan dengan kondisi tubuh pasien kanker usus besar dan untuk meningkatkan efek pengobatan kanker usus besar. Terapi intervensi adalah pengobatan pilihan bagi pasien kanker usus besar. Di antaranya adalah local kemoterapi adalah prioritas pasien kanker usus besar, tetapi local kemoterapi bagi pasien kanker usus besar yang utama adalah memasukkan terapi invus , karena ada beberapa pasien tidak bisa melakukan embolisasi arteri. Immunotherapy biologis adalah masukan kepada pasien kanker usus besar dengan aktivitas anti-tumor dari sel-sel kekebalan tubuh secara langsung membunuh tumor atau merangsang respon kekebalan tubuh terhadap antigen tumor, dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan kualitas hidup pasien dalam pengobatan pada saat yang bersamaan.

sum,ber: http://www.asiancancer.com/

Apakah Yesus Lahir Tanggal 25 Desember?

SHARE 
Ilustrasi
Katoliknews.com – Ada banyak orang mempertanyakan, apakah benar Tuhan Yesus Kristus lahir di dunia tanggal 25 Desember? Sejumlah orang kemudian membuat banyak teori, yang seolah-olah ingin menunjukkan bahwa hari raya Natal di tanggal 25 Desember berasal dari kebiasaan kafir.
Apakah benar demikian? Ulasan ini dikutip Katoliknews.com dari Katoliksitas.org.
Keberatan dan tanggapan tentang perayaan Natal 25 Desember
Berikut ini adalah penjelasan yang kami sarikan dari buku karangan Taylor Marshall, The Eternal City: Rome and Origins of Catholic Christianity,[1], [teks dalam kurung adalah tambahan dari Katolisitas]:
Gereja Katolik, setidaknya sejak abad kedua, telah mengklaim bahwa Kristus lahir di tanggal 25 Desember. Meskipun demikian, ada banyak pendapat bahwa Tuhan kita Yesus Kristus tidak lahir pada tanggal itu. Berikut ini adalah tiga macam keberatan yang umum terhadap tanggal tersebut, dan  tanggapan atas masing-masing keberatan itu:
Keberatan 1: Tanggal 25 Desember dipilih untuk mengganti festival pagan Romawi, yang dinamakan Saturnalia. Saturnalia adalah festival musim dingin yang populer, sehingga Gereja Katolik dengan bijak menggantikannya dengan perayaan Natal.
Tanggapan atas Keberatan 1: Saturnalia adalah peringatan winter solstice, yaitu titik terjauh matahari dari garis khatulistiwa bumi. Namun demikian titik winter solstice jatuh pada tanggal 22 Desember. Memang benar bahwa perayaan Saturnalia dapat dimulai sejak tanggal 17 Desember sampai 23 Desember. Tetapi dari tanggalnya sendiri, tidak cocok [tidak ada kaitannya dengan tanggal 25 Desember].
Keberatan 2: Tanggal 25 Desember dipilih untuk menggantikan hari libur Romawi, Natalis Solis Invicti, yang artinya, “Kelahiran dari Matahari yang tak Terkalahkan” [atau dikenal sebagai kelahiran dewa matahari]
Tanggapan atas Keberatan 2: Pertama-tama, mari memeriksa kultus Matahari yang tak Terkalahkan. Kaisar Aurelian memperkenalkan kultus Sol Invictus atau Matahari yang tak Terkalahkan di Roma tahun 274. Aurelian mendirikan pergerakan politik dengan kultus ini, sebab namanya sendiri Aurelian, berasal dari kata Latin aurora, yang artinya “matahari terbit”. Uang logam koin masa itu menunjukkan bahwa Kaisar Aurelian menyebut dirinya sendiri sebagai Pontifex Solis atau Pontiff of the Sun (Imam Agung Matahari). Maka Kaisar Aurelian mendirikan kultus matahari itu dan mengidentifikasikan namanya dengan dewa matahari, di akhir abad ke-3.
Yang terpenting, tidak ada bukti historis tentang adanya perayaan Natalis Sol Invictus pada tanggal 25 Desember, sebelum tahun 354. Dalam sebuah manuskrip yang penting di tahun 354, terdapat tulisan bahwa tanggal 25 Desember tertulis, “N INVICTI CM XXX.” Di sini N berarti “nativity/ kelahiran”. INVICTI artinya “Unconquered/ yang tak terkalahkan”. CM artinya, “circenses missusgames ordered/ permainan yang ditentukan/ diperintahkan.” Angka Romawi XXX sama dengan tiga puluh. Maka tulisan tersebut artinya ialah 30 permainan yang ditentukan untuk kelahiran Yang tak terkalahkan, pada tanggal 25 Desember. Perhatikan bahwa di sini kata “matahari” tidak disebutkan. [Maka bagaimana dapat dipastikan bahwa itu mengacu kepada dewa matahari?].  Selanjutnya, naskah kuno tersebut juga menyebutkan, “natus Christus in Betleem Iudeae/ kelahiran Kristus di Betlehem, Yudea” di tanggal 25 Desember itu.[2]
Tanggal 25 Desember baru menjadi hari “Kelahiran Matahari yang tak terkalahkan” sejak pemerintahan  kaisar Julian yang murtad. Kaisar Julian pernah menjadi Kristen, tetapi telah murtad dan kembali ke paganisme Romawi. Sejarah menyatakan bahwa Kaisar Julian itulah yang menentukan hari libur pagan tanggal 25 Desember… Ini menyatakan apa?
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa “Matahari yang tak terkalahkan” bukanlah dewa yang popular di kekaisaran Romawi [sebab sebenarnya bukan dewa, tetapi suatu karakter yang dihubungkan dengan kaisar tertentu.] …Lagi pula, tradisi perayaan pada tanggal 25 Desember tidak ada dalam kalender Romawi sampai setelah Roma menjadi negara Kristen. Kelahiran Sang Matahari yang Tak Terkalahkan adalah sesuatu yang jarang dikenal dan tidak popular. Perayaan Saturnalia yang disebut di atas lebih popular … Sepertinya, lebih mungkin bahwa Kaisar Julian yang murtad itulah yang berusaha untuk memasukkan hari libur pagan, untuk menggantikan perayaan Kristen.
[Tambahan dari Katolisitas:
Maka penghubungan tanggal 25 Desember dengan perayaan agama pagan, itu sejujurnya adalah hipotesa. Silakan Anda klik di Wikipedia, bahwa penghormatan kepada dewa Sol Invictus di kerajaan Romawi, itu dimulai tanggal 274 AD. Maka penghormatan umat Kristen kepada Kristus, Sang Terang Dunia (Yoh 9:5), itu sudah ada lebih dulu daripada penghormatan kepada dewa Sol Invictus/ dewa matahari kerajaan Romawi. Nyatanya memang ada sejumlah orang yang menghubungkan peringatan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember dengan perayaan dewa Sol Invictus itu. Sumber Wikipedia itu sendiri[3] menyatakan bahwa hipotesa ini secara serius layak dipertanyakan. Bukti prasasti di zaman Kaisar Licinius, menuliskan bahwa perayaan dewa Sol itu jatuh tanggal 19 Desember. Prasasti tersebut juga menyebutkan persembahan kepada dewa Sol itu dilakukan di tanggal 18 November. (Wallraff 2001: 174–177). Bukti ini sendiri menunjukkan adanya variasi tanggal perayaan dewa Sol, dan juga bahwa perayaannya tersebut baru marak dilakukan di abad ke-4 dan 5, jauh setelah zaman Kristus dan para Rasul. Dengan demikian, pandangan yang lebih logis adalah bahwa para kaisar itu yang “mengadopsi” perayaan Natal 25 Desember sebagai perayaan dewa matahari-nya mereka, daripada kita umat Kristen yang mengadopsinya dari mereka.]
Keberatan 3: Kristus tidak mungkin lahir di bulan Desember sebab St. Lukas menjabarkan bahwa para gembala menggembalakan domba-domba di padang Betlehem. Gembala tidak menggembalakan pada saat musim dingin. Maka Kristus tidak mungkin lahir di musim dingin.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Palestina bukan Inggris atau Rusia atau Alaska. Betlehem terletak di lintang 31.7 [dari garis khatulistiwa, lebih dekat sedikit ke khatulistiwa daripada kota Dallas, Texas di Amerika, 32.8]. Adalah masih nyaman untuk berada di luar di bulan Desember di Dallas, [maka demikian juga dengan di Betlehem]. Sebab di Italia, yang terletak di garis lintang yang lebih tinggi dari Betlehem, seseorang masih dapat menggembalakan domba di akhir bulan Desember.
Penentuan kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci
Penentuan kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci, terdiri dari 2 langkah. Pertama adalah menentukan kelahiran St. Yohanes Pembaptis. Langkah berikutnya adalah menggunakan hari kelahiran Yohanes Pembaptis sebagai kunci untuk menentukan hari kelahiran Kristus. Kita dapat menemukan bahwa Kristus lahir di akhir Desember dengan mengamati kali pertama dari tahun itu, yang disebutkan oleh St. Lukas, St. Zakaria melayani di bait Allah. Ini memberikan kepada kita perkiraan tanggal konsepsi St. Yohanes Pembaptis. Dari sini dengan mengikuti kronologis yang diberikan oleh St. Lukas, kita sampai pada akhir Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
St. Lukas mengatakan bahwa Zakaria melayani pada ‘rombongan Abia’ (Luk 1:5). Kitab Suci mencatat adanya 8 rombongan di antara 24 rombongan imamat (Neh 12:17). Setiap rombongan imam melayani satu minggu di bait Allah, dua kali setahun. Rombongan Abia melayani di giliran ke-8 dan ke-32 dalam siklus tahunan. Namun bagaimana siklus dimulai?
Josef Heinrich Friedlieb telah dengan meyakinkan menemukan bahwa rombongan imam pertama, Yoyarib, bertugas sepanjang waktu penghancuran Yerusalem pada hari ke-9 pada bulan Yahudi yang disebut bulan Av.[4] Maka masa rombongan imamat Abia (yaitu masa Zakaria bertugas) melayani adalah minggu kedua bulan Yahudi yang disebut Tishri, yaitu minggu yang bertepatan dengan the Day of Atonement, hari ke-10. Di kalender kita, the Day of Atonement dapat jatuh di hari apa saja dari tanggal 22 September sampai dengan 8 Oktober.
Dikatakan dalam Injil bahwa Elisabet mengandung ‘beberapa lama kemudian/ after these days‘ setelah masa pelayanan Zakaria (lih. Luk 1:24). Maka konsepsi St. Yohanes Pembaptis dapat terjadi sekitar akhir September, sehingga menempatkan kelahiran St. Yohanes Pembaptis  di akhir Juni, meneguhkan perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes Pembaptis tanggal 24 Juni.
Buku Protoevangelium of James dari abad ke-2 menggambarkan St. Zakaria sebagai imam besar dan memasuki tempat maha kudus…. dan ini mengasosiasikan dia dengan the Day of Atonement, yang jatuh di tanggal 10 bulan Tishri (kira-kira akhir September). Segera setelah menerima pesan dari malaikat Gabriel, Zakaria dan Elizabet mengandung Yohanes Pembaptis. Perhitungan empat puluh minggu setelahnya, menempatkan kelahiran Yohanes Pembaptis di akhir Juni, meneguhkan perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes Pembaptis tanggal 24 Juni.
Selanjutnya… dikatakan bahwa sesaat setelah Perawan Maria mengandung Kristus, ia pergi untuk mengunjungi Elisabet yang sedang mengandung di bulan yang ke-6. Artinya umur Yohanes Pembaptis 6 bulan lebih tua daripada Yesus Kristus (lih. Luk 1:24-27, 36). Jika 6 bulan ditambahkan kepada 24 Juni maka diperoleh 24-25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus. Jika tanggal 25 Desember dikurangi 9 bulan, diperoleh hari peringatan Kabar Gembira (Annunciation) yaitu tanggal 25 Maret… Maka jika Yohanes Pembaptis dikandung segera setelah the Day of Atonement, maka tepatlah penanggalan Gereja Katolik, yaitu bahwa kelahiran Yesus jatuh sekitar tanggal 25 Desember.
Selain itu Tradisi Suci juga meneguhkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus. Sumber dari Tradisi tersebut adalah kesaksian Bunda Maria sendiri. Sebagai ibu tentu ia mengetahui dengan rinci tentang kelahiran anaknya [dan ini yang diteruskan oleh para rasul dan para penerus mereka]. Bunda Maria pasti mengingat secara detail kelahiran Yesus ini yang begitu istimewa, yang dikandung tidak dari benih laki-laki, yang kelahirannya diwartakan oleh para malaikat, lahir secara mukjizat dan dikunjungi oleh para majus.
Sebagaimana umum bahwa orang bertanya kepada orangtua yang membawa bayi akan umur bayinya, demikian juga orang saat itu akan bertanya, “berapa umur anakmu?” kepada Bunda Maria. Maka tanggal kelahiran Yesus 25 Desember (24 Desember tengah malam), akan sudah diketahui sejak abad pertama. Para Rasul pasti akan sudah menanyakan tentang hal ini dan baik St. Matius dan Lukas mencatatnya bagi kita. Singkatnya, adalah sesuatu yang masuk akal jika para jemaat perdana telah mengetahui dan merayakan kelahiran Yesus, dengan mengambil sumber keterangan dari ibu-Nya.
Kesaksian berikutnya adalah dari para Bapa Gereja abad-abad awal (abad 1 sampai awal abad 4) di masa sebelum pertobatan Kaisar Konstantin dan kerajaan Romawi. Para Bapa Gereja tersebut telah mengklaim tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus.
Catatan yang paling awal tentang hal ini adalah dari Paus Telesphorus (yang menjadi Paus dari tahun 126-137), yang menentukan tradisi Misa Tengah malam pada Malam Natal… Kita juga membaca perkataan Teofilus (115-181) seorang Uskup Kaisarea di Palestina: “Kita harus merayakan kelahiran Tuhan kita pada hari di mana tanggal 25 Desember harus terjadi.”[5]
Tak lama kemudian di abad kedua, St. Hippolytus (170-240) menulis demikian: “Kedatangan pertama Tuhan kita di dalam daging terjadi ketika Ia dilahirkan di Betlehem, di tanggal 25 Desember, pada hari Rabu, ketika Kaisar Agustus memimpin di tahun ke-42, …. Ia [Kristus] menderita di umur tiga puluh tiga, tanggal 25 Maret, hari Jumat, di tahun ke-18 Kaisar Tiberius, ketika Rufus dan Roubellion menjadi konsul.[6]
Dengan demikian tanggal 25 Maret menjadi signifikan, karena menandai hari kematian Kristus (25 Maret sesuai dengan bulan Ibrani Nisan 14- tanggal penyaliban Yesus. Kristus, sebagai manusia sempurna- dipercaya mengalami konsepsi dan kematian pada hari yang sama, yaitu tanggal 25 Maret…Maka tanggal 25 Maret dianggap istimewa dalam tradisi awal Kristiani. 25 Maret ditambah 9 bulan, membawa kita kepada tanggal 25 Desember, yaitu kelahiran Kristus di Betlehem.
St. Agustinus meneguhkan tradisi 25 Maret sebagai konsepsi Sang Mesias dan 25 Desember sebagai hari kelahiran-Nya: “Sebab Kristus dipercaya telah dikandung di tanggal 25 Maret, di hari yang sama saat Ia menderita; sehingga rahim Sang Perawan yang di dalamnya Ia dikandung, di mana tak seorang lain pun dikandung, sesuai dengan kubur baru itu di mana Ia dikubur, di mana tak seorang pun pernah dikuburkan di sana, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Tetapi Ia telah lahir, menurut tradisi, di tanggal 25 Desember.”[7]
Di sekitar tahun 400, St. Agustinus juga telah mencatat bagaimana kaum skismatik Donatist merayakan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus, tetapi mereka menolak merayakan Epifani di tanggal 6 Januari, sebab mereka menganggapnya sebagai perayaan baru tanpa dasar dari Tradisi Apostolik. Skisma Donatist berasal dari tahun 311, dan ini mengindikasikan bahwa Gereja Latin telah merayakan hari Natal pada tanggal 25 Desember sebelum tahun 311. Apapun kasusnya, perayaan liturgis kelahiran Kristus telah diperingati di Roma pada tanggal 25 Desember, jauh sebelum Kristianitas dilegalkan dan jauh sebelum pencatatan terawal dari perayaan pagan bagi kelahiran Sang Matahari yang tak Terkalahkan. Untuk alasan ini, adalah masuk akal dan benar untuk menganggap bahwa Kristus benar telah dilahirkan di tanggal 25 Desember, dan wafat dan bangkit di bulan Maret, sekitar tahun 33.
Sedangkan tentang perhitungan tahun kelahiran Yesus, menurut Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives, adalah sekitar tahun 7-6 BC. Paus mengutip pandangan seorang astronomer Wina, Ferrari d’ Occhieppo, yang memperkirakan terjadinya konjungsi planet Yupiter dan Saturnus yang terjadi di tahun 7-6 BC (yang menghasilkan cahaya bintang yang terang di Betlehem), yang dipercaya sebagai tahun sesungguhnya kelahiran Tuhan Yesus.[8]

Catatan:
  1. Link:  http://taylormarshall.com/2012/12/yes-christ-was-really-born-on-december.html
  2. The Chronography of AD 354. Part 12: Commemorations of the Martyrs.  MGH Chronica Minora I (1892), pp. 71-2.
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Sol_Invictus#Sol_Invictus_and_Christianity_and_Judaism
  4. Josef Heinrich Friedlieb’s Leben J. Christi des Erlösers. Münster, 1887, p. 312.
  5. Magdeburgenses, Cent. 2. c. 6. Hospinian, De origine Festorum Christianorum.
  6. St. Hippolytus of Rome, Commentary on Daniel.
  7. St. Augustine, De Trinitate, 4, 5.
  8. Pope Benedictus XVI,  Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives, kindle version, loc. 1097-1101

Seorang Camat Beragama Katolik di Bantul Ditolak Warganya

SHARE 
Bupati Bantul, Suharsono (Foto: ist)
Katoliknews.com – Warga Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meminta kepada Bupati Bantul, Suharsono agar mencopot Yulius Suharta dari jabatannya sebagai Camat di wilayah tersebut, Jumat, 6 Januari 2017.
Sebagaimana dilansir BBC Indonesia, Perwakilan warga kemudian datang lagi pada Senin (9/1) untuk bertemu dengan Bupati dan perwakilan dari DPRD Bantul.
Setelah menemui warga, Suharsono akhirnya mempertimbangkan untuk memutasi Yulius Suharta ke Kecamatan Bambanglipuro, masih dalam wilayah Kabupaten Bantul.
“Intinya saya tidak membeda-bedakan agama, tapi karena mungkin di situ mayoritas Muslim, jadi mungkin Camat Yulius akan dipindahkan ke daerah yang banyak non-muslimnya, katakanlah di Bambanglipuro. Kalau perlu kita tukarkan dengan Camat Bambanglipuro,” ujar Suharsono.
Sementara itu, Panggih Rahardjo, warga Pajangan yang ikut hadir dalam pertemuan di kantor Bupati Bantul mengaku tidak mengerti dengan keputusan Bupati Suharsono menempatkan Yulius Suharta sebagai Camat di wilayah mereka.
“Dengan menempatkan Camat non-muslim di wilayah Pajangan, itu artinya Bupati Suharsono tidak paham dengan psikologis masyarakat setempat,” katanya.
Suharsono melantik Yulius Suharta sebagai Camat Pajangan, di Pendopo Kabupaten Bantul, pada 30 Desember 2016 lalu.
Yulius yang juga mengikuti acara serah terima jabatan dari Camat lama pada 6 Januari lalu mengaku tidak menerima penolakan warga pada saat itu.
Meski demikian, dia menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat tentang dirinya dan mengaku siap ditempatkan di mana saja seraya berharap tidak ada pertentangan lagi.
“Soal pelantikan, semua sudah melalui mekanisme serta ketentuan yang berlaku. Tapi jika akhirnya warga tak menghendaki, saya siap dipindahkan. Semoga semuanya berjalan lancar,” kata Yulius.
Penolakan sejumlah warga Pajangan terhadap Yulius Suharta dan dukungan fraksi-fraksi di DPRD disesalkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bantul, Timbul Harjana.
“Ini dapat mencederai kebhinekaan Indonesia. Ini namanya nasionalisme sempit. Padahal Indonesia itu berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. Saya melihatnya ini kental nuansa politis, bukan persoalan agama semata,” tukas Timbul.
Aksi penolakan warga Pajangan terhadap pemimpin non-muslim adalah insiden intoleransi terbaru di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagaimana dicatat Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, terjadi 13 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Yogyakarta sepanjang 2011 sampai 2015.
Sebagai contoh, pada Desember 2016, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta, menurunkan semua baliho iklan kampus yang menggambarkan beberapa mahasiswi, termasuk seorang mahasiswi berjilbab, setelah didatangi sejumlah orang dari Forum Umat Islam (FUI).
Yohanes Trisno/Katoliknews

Para petani organik beruntung dengan pasar yang dikelola Gereja

20/02/2017

Sejak dibuka tahun lalu, Pasar Rebo yang dikelola oleh Gereja Katolik di Muntilan, Jawa Tengah, telah membantu para petani menjual sayur-sayuran dan buah-buahan organik.
Dua kali sepekan Petrus Legiman berangkat dari rumahnya pagi-pagi dengan sepeda motor penuh sayur-sayuran yang dikemas dalam keranjang bambu, dan menuju pasar lokal di mana ia menjual hasil pertaniannya tersebut.
Puluhan petani lain dari sejumlah desa juga menjual produk mereka, seperti sayur, beras, buah, dan banyak pangan buatan sendiri – semuanya dari organik, di Pasar Rebo.
Pasar itu mulai Juni 2016 dan dikelola oleh Pusat Pastoral Sanjana di Muntilan, Keuskupan Agung Semarang.
Pasar ini berada di area seluas 1.000 meter persegi. Selama hari-hari awal pasar itu dibuka hanya pada hari Rabu, tapi karena permintaan meningkat, kini pasar tersebut dibuka juga pada akhir pekan.
“Saya menjual sayur-mayuran setiap Rabu dan Sabtu di sini,” kata Legiman, berusia 51 tahun.
Siti Maemunah, seorang ibu rumah tangga dekat Kalipepe, mengatakan dia pergi ke pasar itu selama dua bulan terakhir setelah ia mendengar orang berbicara tentang pasar tersebut dan produknya berkualitas.
“Saya suka sayur-sayuran organik di sini karena saya percaya produk organik adalah baik untuk kesehatan,” kata dia.
Agatha Widiarsih, seorang umat dari Paroki St. Antonius Muntilan, juga membeli produk organik di pasar karena kualitasnya bagus dan segar.
“Harga di sini lebih murah ketimbang di supermarket,” kata Widiarsih, seorang ibu hamil, seraya menambahkan bahwa ia akan terus membeli sayur-sayuran organik dan buah-buahan untuk kesehatan keluarganya.
Melestarikan alam
Pastor Alexius Dwi Aryanto, ketua Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Semarang, mengatakan pasar itu merupakan bagian dari upaya keuskupan agung itu untuk membantu para petani lokal dan melestarikan lingkungan.
“Dengan mendorong pertanian organik kita bisa melestarikan lingkungan,” katanya.
Tahun lalu, Paus Fransiskus melalui ensikliknya Laudato si’, menyerukan umat manusia untuk peduli terhadap lingkungan, yang telah mengilhami umat Katolik di seluruh dunia, termasuk umat Katolik Keuskupan Agung Semarang.
Pasar ini sejalan dengan pedoman pastoral keuskupan agung itu yang menekankan Gereja inklusif, inovatif dan transformatif, dengan tujuan membangun masyarakat yang lebih sejahtera dan bermartabat, kata Pastor Aryanto.
Demikian pula, Pastor Lambertus Issri Purnomo, otak di balik pasar itu, mengatakan ide tersebut untuk meningkatkan produktivitas para petani organik yang tertinggal dalam proses pembangunan negara.
Gereja melatih dan melengkapi mereka dengan keterampilan yang diperlukan, termasuk bagaimana memasarkan produk mereka untuk menarik pembeli untuk mendapat lebih banyak keuntungan.
Petani adalah raja
Hal yang baik dari petani organik adalah memiliki tempat yang ditunjuk untuk menjual produk mereka dan mereka bisa mengendalikan harga, tidak seperti sebelumnya ketika para tengkulak yang menentukan harga.
“Para tengkulak biasanya mengambil keuntungan dari para petani, terutama petani miskin,” kata Pastor Purnomo.
“Kini saya mendapat keuntungan karena saya bisa menentukan harga sayur saya. Sebelum pasar ini ada, para tengkulak membeli semua produk di bawah harga normal,” kata Legiman.
Menurut Asosiasi Petani Organik Indonesia, tahun 2010 para petani organik di dalam dan sekitar Muntilan mengolah lahan pertanian lebih dari 239.000 hektar. Namun, tidak ada pasar khusus di mana mereka bisa menjual produk mereka.
“Saya berharap ini akan tumbuh dan menjadi pusat produk organik di Jawa Tengah,” kata Pastor Purnomo.
Koordinator pasar itu Sigit Triyono mengatakan pasar ini dikelola Gereja tidak hanya efektif dalam membantu para petani menjual produk mereka, tapi juga memungkinkan mereka untuk saling pertukar ide dengan pelanggan. Lalu para petani mendengarkan kebutuhan apa yang diinginkan para pelanggan mereka.
Triyono mengatakan pengelola pasar dan petani harus kreatif untuk memenuhi kebutuhan pasar, seperti kemasan yang baik.
“Kemasan yang baik akan meningkatkan harga,” katanya.
Agustinus Budiarto, sekretaris Dekenat Kedu, Keuskupan Agung Semarang, mengatakan PSE keuskupan agung itu mempromosikan produk organik kepada para petani melalui pertemuan, kunjungan, dan mambagi brosur kepada masyarakat.
“Impian kami adalah para petani tidak hanya menjual produk, tetapi juga sarana pendukung pertanian,” seperti bibit, pupuk, pestisida organik, kata Burdiarto, seraya menambahkan bahwa mereka juga ingin mendorong lebih banyak orang agar tertarik dengan pertanian organik.

Gereja Katolik Jepang menandai Tahun Kerahiman bersama Buddha dan Shinto

14/10/2016

Perwakilan dari komunitas Buddha, Shinto, dan Katolik berkumpul untuk membahas konsep kerahiman selama simposium yang diadakan pada 10 September di gereja Kanazawa.

Komite Dialog Antaragama Konferensi Waligereja Jepang mengadakan simposium sebagai bagian dari Tahun Luar Biasa Kerahiman Allah membahas teori dan praktek belas kasihan dalam agama Buddha dan Shinto.
Jepang memiliki beberapa kata yang sesuai dengan kata bahasa Inggris “mercy.” Dua istilah, itsukushimi dan awaremi, yang umum digunakan sama di kalangan Kristen, Buddha, dan Shinto. Selain itu, umat Buddha Jepang juga menggunakan jihi, istilah Cina kuno untuk ide serupa.
Satake menjelaskan bahwa “jihi” mengacu pada pikiran Buddha, dan terdiri dari karakter yang berarti “perasaan terhadap teman” dan “perasaan ketidakmampuan untuk tetap diam.” Menurut kepercayaan Buddha, “jihi” Buddha tidak mengenal batas.
Pastor Hiromichi Nakagawa OCarm, salah satu pembicara dalam simposium baru-baru ini di Kota Kanazawa, mengatakan bahwa kata bahasa Latin untuk belas kasihan, misericordia, terdiri dari dua kata, “miser” (sengsara) dan “cor” (hati).
“Mari kita beralih lagi untuk bertemu Dia yang menyatukan hatinya sendiri dengan hati para penderita,” kata Pastor Nakagawa. “Itulah arti dari Tahun Kerahiman ini.”
Menurut Ken Mihashi, seorang penulis dan dosen di bidang studi Buddhis, kata asli dari istilah itsukushimi dahulu kala adalah bahwa manusia takut kekuatan misterius para dewa sehingga mereka melakukan ritual penyucian diri dan mendirikan kuil untuk mereka.
Namun, Mihashi menjelaskan bahwa, dalam Shinto modern,itsukushimi berarti bahwa para dewa “menuntun manusia” seperti orangtua lakukan pada anak-anak mereka.
Mihashi menunjukkan paralel langsung ke ide ini dalam kekristenan Jepang. Ketika orang-orang Kristen pertama kali tiba di Jepang, mereka berbicara tentang kasih Tuhan tidak menggunakanitsukushimi melainkan gotaisetsu, yang berarti “untuk dihormati.”
“Itu adalah terjemahan fantastis,” katanya, seraya menambahkan bahwa belas kasihan dari dewa Shinto juga terbatas.
Yang Mulia Toru Satake, seorang biksu Buddha, menemukan signifikansi dalam kata lain bahasa Jepang, “yami,” yang berarti “gelap.” Karakter Cina untuk kata ini terdiri dari karakter yang menyiratkan “suatu keadaan di mana seseorang tidak bisa mendengar suara-suara orang lain,” katanya.
Kata ini menunjukkan pentingnya berbicara satu sama lain sebagai sarana untuk melawan kegelapan mencengkeram lebih dari setengah juta orang dewasa Jepang yang telah dianggap bunuh diri, tambahnya.
Yang Mulia Satake mengacu pada statistik yang dirilis tiga hari sebelum simposium yang mengatakan sekitar 530.000 dari 120 juta orang Jepang telah mencoba bunuh diri.
Ia menjelaskan bahwa jihi juga ditemukan dalam tindakan nyata seperti kegiatan relawan menyusul gempa Jepang dan bencana nuklir di Fukushima.
Imam Buddha itu kemudian menunjukkan  buku puisi oleh seorang Buddhis yang meninggal pada usia 75 tahun beberapa tahun lalu.
Pria itu telah terbaring di tempat tidur selama sekitar 50 tahun setelah menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa bergerak. Keluarga adiknya membawa dan merawat dia, tetapi ia tidak dapat menemukan arti hidup seperti itu dan berharap hanya untuk mati.
Tapi kemudian, suatu hari, dia kebetulan melihat program televisi tentang Buddhisme dan menyadari betapa beruntungnya dia. Meskipun ia sendiri tak berdaya, ia memiliki bantuan dari seluruh keluarga.
“Saya pikir menemukan belas kasihan dari Buddha adalah persis seperti penemuan orang ini,” tambah Yang Mulia Satake.
Komite Dialog Antaragama Konferensi Waligereja Jepang selama bertahun-tahun menyatukan umat Katolik  dengan umat Buddha dan Shinto untuk membahas topik-topik, seperti populasi Jepang yang menua dan kebutuhan perdamaian untuk menandai peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Dunia II.
Paus Fransiskus menyatakan “Tahun Luar Biasa Kerahiman Allah” mendorong orang untuk “berbelas kasihan seperti Bapa.”

Umat Katolik membawa kendaraan untuk diberkati di Tahun Baru Imlek

02/02/2017


Pastor Joseph Nguyen Trong Duong memberkati sepeda motor dengan air suci di halaman Gereja Vinh Quang pada hari ketiga Tet.

Umat Katolik dari sebuah paroki di Vietnam bagian utara membawa kendaraan mereka untuk diberkati selama perayaan Tahun Baru Imlek di negara itu karena mereka memohon perlindungan Tuhan di jalan.
Pastor Joseph Nguyen Trong Duong memberkati sekitar 1.000 mobil, truk dan sepeda motor dengan air suci pada 30 Januari saat Misa khusus pada hari ketiga Tet, perayaan Tahun Baru Imlek di Vietnam.
Sekitar 1.500 orang menghadiri acara yang digelar di Gereja Vinh Quang, peroki Nghia Lo di Provinsi Yen Bai.
“Kami memohon kepada Tuhan untuk memberkati kendaraan kami sehingga kami dapat menggunakannya dengan aman di Tahun Baru,” kata Pastor Duong, 48, kepada umat.
“Saya meminta semua pengemudi Katolik untuk menjadi contoh cara mengemudi dengan hati-hati dan secara sadar mematuhi peraturan lalu lintas, memakai helm, dan tidak minum alkohol saat mengemudi guna melindungi kehidupan Anda dan orang lain,” kata Pastor Duong, kepala paroki.
Thomas Tran Binh Minh, seorang pedagang bahan bangunan, memiliki tiga sepeda motor, mobil dan truk diberkati dalam Misa itu.
“Kami memiliki ketenangan pikiran dengan kendaraan diberkati karena kami percaya bahwa Tuhan berjalan bersama kami,” kata Minh.
Minh mengatakan bahwa tahun lalu ia menyaksikan lima kecelakaan di jalan yang menewaskan empat orang dan melukai lima lainnya. Sebagian besar pengemudi, kata dia, telah minum alkohol.
Sejumlah sepeda motor dibawa ke Gereja Vinh Quang untuk diberkati.

Joseph Tran Minh Nhu, 94, mengatakan ia telah membawa sepedanya ke gereja untuk diberkati pada saat Tet selama lima tahun terakhir.
“Saya sudah tua, tapi masih suka bersepeda di sekitar desa kami setiap hari. Tuhan melindungi saya dari kecelakaan,” katanya.
Acara ini juga bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keselamatan selama musim liburan. Komite Keselamatan Lalu Lintas Nasional mencatat 86 orang tewas dan 137 luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas di negara itu selama tiga hari pertama Tet.
Tahun 2016, kecelakaan di jalan menewaskan hampir 8.700 orang dan melukai 19.000 lainnya, menurut komite itu.
Pastor Duong juga memberkati kendaraan bermotor milik umat Katolik di lima lokasi lain pada 30 Januari.
Sebagai bagian dari upaya inkulturasi, Gereja Katolik di Vietnam menandai hari pertama Tet untuk perdamaian dan kemakmuran bangsa, hari kedua untuk leluhur dan hari ketiga untuk pekerjaan.
Sumber: ucanews.com